Woks
Jika kamu suka baca maka tulislah hasil bacaanya, jika kamu suka menyanyi buatlah sebuah lagu. Cobalah menjadi pencipta jangan hanya jadi penikmat. -Raditya Dika
Refleksi dari pesan komika Raditya Dika tersebut patut dicatat dalam buku tebal-tebal. Pesan tersebut sangat menarik untuk diresapi bahwa potensi seseorang bisa diwujudkan dalam sebuah bentuk materi sekalipun itu buah dari pikiran. Jika kamu seorang pembaca maka wujudkan hasil bacaan tersebut menjadi tulisan lebih jauh lagi menjadi buku.
Barangkali demikian menjadi sebuah spirit untuk seseorang memulai dunia kepenulisan dengan menerbitkannya menjadi buku. Lantas bagaimana cara membuat buku tersebut wong membaca saja tidak pernah. Jika jawabanya demikian berarti ada hal yang perlu diperbaiki dalam visi seseorang untuk membuat buku. Karena syarat yang hampir mutlak bagi seorang penulis adalah membaca. Tidak ada cara lain bahwa membaca adalah pintu gerbang awal untuk meneruskan cita-cita menulis.
Banyak di antara kita yang berniat ingin menulis lalu menjadikanya buku. Akan tetapi mereka masih kesulitan bagaimana caranya. Padahal jika mau aslinya sangat mudah. Seseorang hanya perlu menentukan tema apa yang ingin ditulis lalu susunlah tulisan tersebut dalam sebuah daftar isi. Setelahnya berilah pengantar atau bisa dengan kesimpulan setelah itu beri juga sinopsis atau blubr agar pembaca menangkap ilustrasi besar dalam buku tersebut.
Jika sudah melewati proses tersebut barulah kita membaca dan mengeditnya barangkali ada kata atau frasa yang tidak sesuai. Salah satu hal yang dilakukan di fase ini adalah ketelatenan. Termasuk saat awal menulis seseorang pun diharuskan untuk konsisten agar keinginan menjadi buku bisa terwujud. Banyak di antara para tokoh misalnya Prof. Mulyadhi Kartanegara, Prof. Imam Suprayogo, Prof. Mujamil Qomar yang konsisten menulis hampir setiap hari bahkan mereka masih melibatkan alat tulis tangan bukan komputer.
Setelah semua usai tentu saatnya mengajukan ISBN, lay-out cover dan lainya akan tetapi lebih praktis diserahkan kepada penerbit dengan serangkaian tawaran programnya. Dengan begitu penulis tinggal menunggu buku siap cetak dan siap dipasarkan. Rasanya bisa menerbitkan buku tentu sangatlah senang apalagi buku pertama. Jika sudah begitu nanti pasti akan ketagihan lebih dari itu jika membuat buku untuk seseorang pasti akan jauh lebih bermakna. Terkait hierarki menerbitkan buku bisa juga baca di link: http://wokolicious.blogspot.com/2021/02/hierarki-rasa-menerbitkan-buku.html?m=1
Orang yang telah memiliki buku karya sendiri tentu akan lebih percaya diri. Selain akan terus berpikir bagaimana terus produktif seseorang itu pun akan mengupayakan agar tetap di jalur literasi. Hal yang menarik dari membuat buku tentu ada kebanggaan tersendiri contoh sederhananya tentu kisah Bung Hatta yang memberikan mas kawin berupa buku kepada bu Rahmi istrinya. Dengan buku itu pula seorang penulis akan dikenal sekalipun ia telah tiada. Lubis Grafin mengatakan, "suatu saat aku pasti mati, tapi tulisan akan menjadi mantra untuk membangkitkan ku kembali".
Apa yang dikatakan Grafin barangkali yang terjadi kepada mereka para ulama salaf yang mewariskan pemikirannya lewat menulis kitab. Bahkan hingga hari ini buah pikiran mereka masih dikaji. Dari itulah mereka layak disebut hidup dan seolah tak pernah mati. Buku barangkali tidak penting bagi sebagian orang tapi bagi penulis ada makna terdalam yang tidak bisa diungkapkan secara materil. Satu pesan menarik lainya jika seseorang telah mampu menerbitkan buku yaitu ada hal yang lebih penting dari hanya sekadar menerbitkan buku yaitu konsisten menulis.
Terakhir jika menulis telah menjadi passion dan membuat buku adalah bagian dari upaya pencerahan peradaban. Maka perlulah konsisten untuk selain mewadahi kebahagiaan eksistensial seseorang pula harus berpikir tentang kebermanfaatan sosial. Ada pemikiran bahwa penulis bisa berkontribusi lewat buku yang ia susun. Harapan besarnya tentu buku tersebut sebagai upaya memberi jawaban atas kegelisahan masyarakat. Bisa juga buku sebagai teman terbaik dalam menjawab tantangan zaman. Pesan menarik dari Almaghfurllah Prof. Dr. KH. Ali Mustofa Ya'kub yaitu ولا تمو تن الا وانتم كاتبون atau jangan mati sebelum punya buku.
the woks institute l rumah peradaban
• Disampaikan dalam acara Pelatihan Esai ForMaSi/KIP UIN SATU Tulungagung, 5/9/21
Komentar
Posting Komentar