Woks
Dulu pasca runtuhnya orde baru lalu BJ Habibie menggantikan setelah itu masyarakat gamang siapa yang akan memimpin negeri ini di tengah krisis berat mengancam. Usut punya usut sejarah bermain dan ternyata Gus Dur atau KH. Abdurrahman Wahid terpilih sebagai presiden ke-4. Gus Dur memimpin Indonesia di tengah badai terurai, separatis di mana-mana belum lagi isu referendum dan ekonomi menjadi kendala utama. Tapi di balik itu kita kenal dengan poros tengah atau poros langit di mana peran mereka tak lain yang menjadikan Gus Dur tampil sebagai pemimpin baru negeri ini.
Istilah poros langit barangkali merupakan kiasan akan kekuatan do'a makbul para sesepuh seperti halnya dulu Syeikh Syamsuddin guru Muhammad Al Fatih berdo'a untuk kekalahan Konstantinopel. Sedangkan poros tengah adalah istilah koalisi jalan baru di tengah arus dua kubu yang selalu berkonfrontasi. Saya tidak membahas sejarah poros tersebut, yang ingin saya sampaikan adalah inspirasi 3 poros tentang pendidikan.
Alhamdulillah saya diperkenankan Allah untuk bisa lanjut kuliah program magister di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Ketika pertama kali masuk ruangan daring kami berkenalan dengan sesama mahasiswa baru ternyata isinya hanya dari 3 kampus UIN Tulungagung, IAI PADI Nganjuk dan IAIN Kediri. Saya langsung teringat akan 3 poros itu. Entah seberapa pun imajinernya tulisan ini yang jelas saya memiliki optimisme bahwa poros ini adalah bagian dari sejarah hidup.
Kita tahu jika ingat Nganjuk pasti merujuk pada Kiai Zainuddin Mojosari, wali sekaligus pengasuh pesantren yang mashur ceritanya mengimami Kiai Hasyim Asy'ari (pendiri NU) dalam kemasygulan menanggap orkes saat perayaan acara pesantren. Darisanalah poros Jombang-Nganjuk terjadi di mana kalangan pelajar santri saling bersinergi. Beranjak dari sana Kediri juga tak kalah ampuhnya di mana pondok-pondok tua melahirkan santri-santri di antaranya Lirboyo, Ploso, Pondok Bendo, Kwagean, Pondok Petuk, Banjar Mlati, Jamsaren, Al Islah Bandar dan lainya. Tak lupa pula keilmuan di sana telah mashyur karena Syeikh Ihsan Jampes sang penganggit Kitab Sirajuth Thalibin syarah Minhajul Abidin.
Lantas bagaimana dengan Tulungagung? sependek pengetahuan saya kota marmer ini di wakili oleh Kiai Fatah Mangunsari (Pondok Menoro), Kiai Ghozali Bolu Punjul, hingga yang menginjak abad modern Kiai Asrori Ibrohim Panggung, Kiai Ali Shodiq Uman Ngunut dan lainya. Tulungagung juga tercatat sebagai kota sejarah yang ditinggali oleh patilasan pendarmaan Sri Dewi Gayatri Rajapatni guru dari berbagai begawan Hindu Budha pada masanya, muridnya yang terkenal tentu Mahapatih Gajahmada sang punggawa Majapahit.
Begitulah kiranya kita bisa belajar dari tiga poros tempat menimba ilmu. Barangkali jalan menimba ilmu adalah thariqah terbaik bagi pelajar. Sebagaimana telah dicontohkan bahwa ilmu sangatlah penting sebagai jalan pencerahan. Orang datang dari jauh hanya untuk mencari ilmu. Mereka haus dan dahaga karena kebodohan maka ilmu adalah penawarnya. Maka sudah sepantasnya jika kini yang ditonjolkan adalah ilmu bukan melalu kecenderungan magis. Dengan belajar seseorang akan ampuh dengan sendirinya. Berpikirlah rasional religius dengan begitu seseorang akan menghayati heroisnya menimba ilmu termasuk mencari modal untuk bayar ukt.
the woks institute l rumah peradaban 11/9/21
Komentar
Posting Komentar