Woks
Orang-orang besar dilahirkan bukan dari kebesaran status dalam keluarga akan tetapi kegigihan dalam menggapai cita-cita. Mereka bahkan memiliki spirit ganda dalam memperjuangkan keinginan untuk menjadi manusia baik dan bermakna. Jika melihat dari banyaknya orang besar mereka punya resep jitu yang hampir semua orang melaluinya yaitu berguru. Berguru pada seorang guru dan tentunya buku.
Orang-orang besar yang dimaksud adalah mereka yang telah merengkuh status atau gelar akademik tertinggi. Barangkali kebesaran mereka buka karena status materiil tersebut melainkan sesuai janji Allah bahwa mereka yang berilmu akan ditinggikan derajatnya. Kebesaran mereka tentu ditopang banyak hal tak lain salah satunya karena buku.
Saya sempat beropini bahwa salah satu indikator keberadaban orang-orang besar tak lain karena kepemilikan buku. Banyaknya buku menjadi indikator keberadaan mereka. Bisa dihitung berapa buku para guru besar yang tertata rapih di rumahnya. Buku berjibun dalam rak perpustakaan pribadi yang pastinya sudah mereka akrabi sejak kecil, kuliah, studi lanjut hingga di pesantren. Buku barangkali menjadi penyumbang terbesar pengetahuan mereka selain belajar, pengalaman dan petunjuk guru. Selain pergaulan barangkali dari buku mereka mengerti bagaimana cara bersikap, berakhlak, berkehendak dan pastinya didasari oleh ilmu.
Saya sering merasa merinding membaca kisah Bung Hatta dan 6 peti besar berisi buku yang selalu ia bawa saat ke pengasingan bahkan saat ini buku tersebut masih bertengger rapi di perpustakaan pribadinya. Saya juga pernah berkunjung ke rumah KH. Ahmad Yazid Pare Kediri (Guru Mr. Kalend Osen) di sana buku dengan lebih dari 21 bahasa dunia berjajar rapi walaupun keadaannya nampak tua. Barangkali masih banyak sekian nama dengan kepemilikan buku yang fantastis dan telah menemani mereka dalam arus zaman yang silih berganti. Tidak hanya koleksi buku bacaan barang buku hasil karya sendiri merupakan peninggalan tak terlupakan dan memiliki manfaat tersendiri.
Mengapa indikator Keberadaban seseorang adalah buku? barangkali opini saya ini tidak terlalu muluk. Bahwa sesungguhnya buku adalah pilihan tepat para pembelajar. Mereka mengetahui bahwa camilan yang instan tapi berdampak luar biasa adalah karena membaca buku. Buku menjadi pilihan orang-orang berpikir karena ketika meninjau arus utama orang pasti tidak akan memilih buku sebagai hal yang penting. Coba saja tanya apakah setiap mahasiswa memiliki tradisi untuk menyisihkan uangnya di akhir pekan untuk membeli buku. Rasanya tidak semua mahasiswa berpikir demikian akan tetapi di kalangan minoritas ada saja yang menjadikan buku sebagai kebutuhan.
Terlepas dari dibaca atau tidak menurut hemat saya orang dengan jumlah buku yang banyak di rumahnya masih lebih baik dari mereka yang hanya menyisihkan uangnya untuk membeli hal lain di luar buku. Apalagi yang orientasi hidupnya hanya soal perut maka tak akan jauh di dalam pikirannya percis seperti yang dikeluarkan perut. Jadi dengan demikian nampak beradab mana orang memilih buku sebagai kekasihnya atau hal lain yang paling akhir terekstraksi menjadi zat T 41.
the woks institute l rumah peradaban 6/10/21
Komentar
Posting Komentar