Woks
Pandemi berangsur pergi, ini barangkali angin segar untuk semua orang di muka bumi salah satunya bagi para pecinta nabi. Ya, sholawatan kembali bergema dan tentunya majelis-majelis hadir kembali dengan gagahnya. Sound-sound turut serta dalam mengeraskan suara para munsid sholawat. Orang-orang lagi-lagi berdiri, menghormati sosok penuntun umat. Mahalul qiyam tak lupa disenandungkan, syair dan pujian tak pernah dilupakan.
Barangkali demikianlah satu hari pasca pandemi berangsur pergi. Acara shalawat kembali diselenggarakan, orang-orang pun hadir dan menikmati. Salah satunya pondok kami yang menyelenggarakan "Lailatus Shalawat" atau malam di mana para pecinta shalawat berkumpul mereka di antaranya PPTQ al Hidayah, PP. Subulussalam, PP. al Husna, PP. Mbah Dul, dan tentunya PPHS sebagai tuan rumah.
Sejak dulu bahkan hingga kini suara pelantun shalawat perempuan masih sanksi. Suara itu katanya membawa aurat dan tentunya melupakan yang seharusnya diingat, Tuhan. Tapi nyatanya seiring berjalannya waktu kini siapa saja boleh melantunkan shalawat tanpa perlu dihakimi. Suara, musik atau apapun itu sejatinya bagian dari seni. Maka dari itu tak ada dasar apapun yang berlaku selain keindahan. Apalagi dasarnya sangat kuat yaitu memuji Allah dan Kanjeng Nabi.
Kembali lagi bahwa event shalawat bagaimana pun juga adalah salah satu bukti kerinduan. Tidak hanya itu melalui majelis shalawat seperti lailatus shalawat justru membawa dampak persatuan bagi setiap grup shalawat. Mereka datang dari setiap penjuru tidak hanya untuk menampilkan ragam pukulan terbang atau centilnya permainan calti akan tetapi bersyair memuji nabi. Bahkan jika dilihat dari perayaan maulid secara besar bendera-bendera dari berbagai organisasi, club sepakbola, band hingga pencak silat semua ikut ambil bagian. Melalui shalawat terbukti dapat menyatukan semua elemen masyarakat.
the woks institute l rumah peradaban 26/10/21
Komentar
Posting Komentar