Langsung ke konten utama

Review Buku Dunia Tasawuf




Woks

Buku Dunia Tasawuf (2016) ini merupakan kumpulan tulisan para cendekiawan beda generasi. Mereka merefleksikan gagasan mengenai mistisisme Islam dalam beragam artikel yang dikumpulkan melalui buku antologi ini. Editor dan penerbit merasa perlu untuk mengumpulkan tulisan mereka karena anggapan bahwa buah pemikiran para tokoh tentang tasawuf tersebut sangatlah berharga.

Isi buku ini mengupas seputar sufi, tarekat, tasawuf, persinggungan dengan psikoanalisa, mengenal syariat, hakikat, ma'rifat hingga tasawuf al Qur'an tentang perkembangan jiwa manusia. Tokoh-tokoh yang sering kita akrabi seperti H.A.R. Gibb, Aboebakar Atjeh, Harun Nasution, Javad Nurbakhsh, Nurcholish Madjid, Ali Yafie, Djohan Effendi dan Abdul Aziz Dahlan menuliskan gagasan dengan lugas dan mudah dipahami.

Untuk membedakan praktek kesufian dengan para salibis kata Gibb misalnya sederhana yaitu bahwa kalangan sufi juga mengenal pertapaan walaupun Islam umumnya adalah agama besar yang kompromi dengan ajaran duniawi. Alasan mengutuk praktek membujang bagi Kristen justru datang setelah abad ke-3, sedangkan Islam telah ada sejak zaman Nabi Muhammad. Maka dari itu mayoritas kaum sufi pada akhirnya mereka menikah, hal itu juga bersandar pada al Qur'an (S. 24, a. 32). hlm. 18.

Pandangan kaum sufi sejak lama memang sangatlah visioner. Mereka memandang secara ruhani sehingga pancaran akan kabar masa depan telah diketahui. Salah satu pandangan mereka yaitu ketika melihat dunia ini katanya sudah bobrok mengapa hal itu bisa terjadi? karena kerusuhan dunia disebabkan manusia tidak percaya Tuhan dan terlalu mencintai dirinya sendiri. hlm. 49. Selain itu mereka juga (baca: manusia) tidak mampu menyeimbangkan fungsi hawa nafsu akal dan kegiatan, syahwat, aql dan ghadab. Maka tidak salah jika al Ghazali menawarkan konsef khauf'nya. hlm. 21.

Lantas apakah para sufi diam tanpa memberi solusi? justru para sufilah yang memberikan solusi di antaranya mengupayakan tazkiyatun nafs, menerapkan hidup wara', dan hidup sederhana. Mereka juga mewanti-wanti agar manusia tidak tamak dan cinta dunia berlebihan. Karena kita tahu bahwa sumber kerusakan di antaranya karena keserakahan. Lantas apa sesungguhnya yang dicari oleh para sufi melalui ajaran tasawuf ini?

Setidaknya ada dua hal untuk mengurai hal itu, pertama menurut Nurcholish Madjid bahwa kaum sufi ingin sekali mengulang pengalaman Nabi Muhammad ketika dimi'rajkan oleh Allah. Anggapan mereka bahwa hal itu merupakan pengalaman ruhani puncak sehingga mereka ingin menirunya untuk diri sendiri. hlm. 160 Kedua, menurut Javad Nurbakhsh output para sufi melalui ajaran tasawuf yaitu menjadi pribadi yang baik, pribadi yang paripurna atau insan kamil. Manusia bisa mencapai maqam itu dengan cara keluar dari cengkraman nafs al ammarah. Bagi Nurbakhsh pembagian nafs tersebut mirip dengan konsep kepribadian ala Freud yaitu id (ammarah), ego (lawwamah) dan superego (mutmainah).

Membaca buku ini secara keseluruhan akan menambah wawasan kita. Maka dari itu buku ini bisa menjadi pengetahuan baru bagi mereka sang pencari ajaran esoteris Islam ini.

Judul : Dunia Tasawuf
Penulis : H.A.R. Gibb, dkk
Penerbit : Sega Arsy
Tahun : 2016
Tebal : 224 hlm

the woks institute l rumah peradaban 29/10/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde