Langsung ke konten utama

Mengenal Autisi Sejak Dini




Oleh Woko Utoro

Kemarin hari Ahad, 17 Oktober 2021 kami mengikuti webinar bertemakan mendeteksi autisme sejak dini. Menurut narasumber yaitu dr. Rudy kita harus mengenal istilah baru untuk menyebut autisme, autis atau autisi seperti halnya diabetesi, audisi, praktisi, teknisi dll. Istilah autisi akan digunakan lebih jauh dalam tulisan ini.

Autisme atau autism spectrum disorder (ASD) merupakan gangguan perkembangan pada anak yang menyebabkan kemampuan komunikasi dan sosialisasi anak terganggu, dr. Rudy menyebutnya gangguan nerobiologis berat. Perlu diingat bahwa autisi bukanlah gangguan jiwa. Hingga kini, penyebab autisi tidak diketahui secara pasti. Yang jelas menurut dr Rudy autisi justru semakin bertambah jumlahnya sejak tahun 1980. Maka dari itu keilmuan mengenai deteksi dini terhadap anak dengan autisi harus dimiliki oleh setiap orang utamanya guru yang mengelola anak berkebutuhan di kelasnya.

Selama ini yang kita ketahui penyebab autisi pada anak ialah karena dunia pada umumnya telah mengalami polusi luar biasa, krisis udara hingga pencemaran air yang semua itu akan berdampak pada kesehatan. Terutama ibu hamil di era ini sangat rentan mengalami gangguan bahkan bisa melahirkan anak dengan autisi karena pengaruh makanan yang kian hari justru banyak mengandung zat kimia, pewarna, merkuri atau timbal. Selain karena faktor makanan dan pola hidup autisi juga karena faktor hereditas atau genetika bawaan orang tua.

Selama ini autisi justru tidak mengenal strata pendidikan apapun, semua orang bisa berpotensi mengalami gangguan autisi. Dari jumlah populasi di Indonesia dalam pemaparan beliau justru laki-laki lah yang sangat rentan mengalami autisi. Lantas bagaimana screaning awal untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya gangguan ini. Kita lihat terutama sejak usia 6 bulan di mana bayi sedang mengalami perkembangan otak hingga usia anak 3 tahun. Menurut narasumber hal ini bisa dideteksi dari tingkah lakunya.

Salah satu cara mudah untuk mendeteksi hal itu kita lihat tingkah laku anak jika mereka usia 6-12 bulan coba cek apakah mereka merespon sugesti kita, menggerakan tangan atau badan ketika diajak komunikasi, apakah mereka fokus pada benda yang tidak biasa dll. Termasuk anak usia 18 bulan, apakah mereka memandang dengan menunjuk, apakah mereka merespon atau apakah mereka bermain imajinasi. Lihat pula faktor struktur bahasa yang digunakan serta hal lainya, perlu diingat pula bahwa autisi berbeda dengan ADHD. Tentu hal tersebut perlu diperhatikan bahkan sampai usia 30 bulan harus rajin kontrol jika mendapati anak dengan perilaku yang aneh.

the woks institute l rumah peradaban 17/10/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde