Woks
Kemarin malam di kala mata mulai mengantuk tetiba pesan WhatsApp masuk dan HP pun berbunyi. Setelah ku baca ternyata pesan yang mengabarkan sebuah perpisahan dari seorang teman. Sontak saja aku langsung bergegas menemui mereka yang ternyata tidak jauh dari pondok ku. Langsung saja aku menemui mereka dan ternyata perkumpulan itu adalah malam bertalu rindu.
Ketika banyak orang berkumpul di Gor Lembu Peteng untuk memanen rindu bersama Gus Sabrang. Kami berlima justru menghantarkan rindu pulang ke kampung halaman. Ketika suasana makin malam teman kami Ubaid datang seraya menyapa dan juga bertitip pesan agar selalu jaga silaturahmi, tetap sehat dan sukses selalu. Ubaid pun tidak lama dan langsung pamit dengan meninggalkan beberapa buah foto.
Malam itu adalah kenangan. Atau lebih tepatnya pisah kenang. Aku selalu berpikir mengapa ada pisah kenang. Kenapa pula berpisah jika pada akhirnya dikenang. Mengapa tidak selalu mengenang tanpa harus berpisah. Nyatanya jawaban itu tidak mudah karena semua harus ada yang direlakan. Hidup ini pilihan dan kita hanya sekadar mengikuti garis takdir masing-masing. Demikianlah kami, Mas Jaza', Yusup, Aku dan Mba Rif'ah akan berpisah sejenak untuk waktu yang lama dengan Mba Nailil. Mba Nailil adalah kawan kami seperjuangan sejak di BM angkatan 5.
Jika diceritakan berjuang teman-teman bersama Mba Nailil tentu ada banyak pengalaman yang sudah terlewati. Apalagi aku ingat sekali ketika pertama kenal Mba Nay pada saat pendaftaran kuliah. Di sana aku melihat sosok perempuan tomboy yang ahli ngaji dan selalu merendah. Mungkin itu salah satu warisan dari bapak beliau dan baru aku menyadari hari-hari ini. Banyak pelajaran yang didapat dari beliau sosok yang tak mau berhenti belajar dan melanglang buana.
Ketika di kuliah pun kami menyaksikan pergaulan Mba Nay yang lintas batas. Siapa orang yang tidak kenal beliau dari mahasiswa sampai dosen semua akrab dengan gadis jurusan Bahasa Arab tersebut. Minatnya yang kuat terhadap ilmu dan pergaulan membawa Mba Nay mengenal banyak hal salah satunya lewat organisasi. Ia telah membuktikan bahwa dirinya bukan menumpang dari nama besar bapaknya melainkan menapaki jalan sendiri. Begitulah Mba Nay dan sekarang beliau sudah ditunggu oleh masyarakat. Salah satu hal yang tak terlupakan dari pesan Mba Nay buat ku adalah من خدم خدم "siapa yang mengabdi dia akan diabdi".
Malam itu satu persatu dari teman kami mengutarakan pendapatnya mengenai beliau. Walaupun terasa berat pada akhirnya teman-teman memberikan sepatah kata perpisahan. Mereka lebih tepatnya melambungkan doa semoga ke depan sukses selalu dan dilancarkan segala hajatnya termasuk perkara jodoh. Di manapun tempatnya semoga itu yang terbaik.
Malam itu di tengah kepul asap rokok sebatang dan kopi yang hampir habis kami pun saling berpamitan. Beberapa kali tak lupa untuk meninggalkan kenangan dalam sebuah jepretan foto. Alangkah singkatnya malam itu yang tidak bisa diukur dengan kata-kata. Kami hanya berharap semoga kita bertemu lagi cepat atau lambat. Selamat berjuang Ning Nailil, masyarakat telah menunggu mu.
the woks institute l rumah peradaban 14/11/22
Mbak nay🥲
BalasHapusPeriang, kadang rapuh, ingin survive tuk kedepannya, extrovert, cool, pokoknya humanis
BalasHapus