Langsung ke konten utama

Parade Public Speaking bersama Mas Amir Fatah




Woks

Malam itu suasana begitu syahdu. Kepul asap rokok, 2 piring biskuit dan 3 gelas wedang kopi tersaji manis di depan pemateri. Tak lupa pula saya juga ambil bagian dalam acara pelatihan public speaking tersebut.

Acara public speaking yang mengagas tema, "Bicara itu ada Seni dan Resepnya" dipandu oleh MC Mas Suyatno dan diberikan pengantar oleh tuan rumah, wakil Paguyuban Dermayu yaitu Mas Sulthoni. Acara public speaking ini penting diadakan karena memang merupakan kemampuan yang perlu dilatih oleh setiap orang. Public speaking pastinya akan sangat dekat dengan kehilangan seseorang. Maka dari itu dalam bicara selalu ada makna.

Ang Amir Fatah sebagai seorang announcer di Perkasa FM tentu sangat memahami bagaimana pentingnya kemampuan public speaking. Maka dari itu kata Ang Amir kemampuan ini bisa dilatih bagi mereka yang ingin belajar. Cara pembelajaran paling sederhana yaitu berangkat dari kelas saat presentasi atau diskusi. Saat di rumah pun kita bisa berlatih dengan metode bicara di depan cermin.

Menurut Mas Amir public speaking itu kemampuan yang bisa dilatih yaitu dengan selalu enjoy atau tenang di saat bicara di depan orang. Kuasasi diri dan banyak baca adalah kuncinya. Percaya juga perlu tapi PD saja tidak cukup sebab pengetahuan menentukan kualitas si pembicara. Jangan lupa sebelum bicara tulis terlebih dahulu outline apa yang ingin disampaikan. Untuk memudahkan tulis poin pentingnya saja. Dalam bahasa penyiar tulislah apa yang ingin kamu baca atau read do you talk.

Menurut Mas Amir kita juga rajin belajar dan mempelajari tokoh public speaking yang mumpuni untuk dijadikan role model misalnya Najwa Shihab, Dedi Corbuzier, Aiman, Rossi, dll. Untuk memulai public speaking setidaknya ada modal yang harus diperhatikan seperti intonasi, aksentuasi, artikulasi, speed, tone, ritme, mood, power, frase, diksi. Hal-hal itulah yang nantinya akan menentukan keberhasilan dalam menyajikan kata-kata tersebut. Jangan lupa untuk memperbaiki setiap artikulasi kita juga perlu belajar senam announcing misalnya melalui gerakan lion face, urut rahang, lidah mleot, menyapu lidah, dan melatih diafragma, pernafasan dll.

Dengan memperhatikan hal-hal yang telah disebutkan setidaknya kita memiliki modal untuk beraksi di depan khalayak kata Mas Amir. Selamat mencoba dan selalu berlatih.

the woks institute l rumah peradaban 20/11/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde