Langsung ke konten utama

Majelis Maulid dan Haul PPTQ Al Hidayah Plosokandang




Woks

Malam puncak acara haul dan wisuda tahfidz bil ghoib PPTQ Al Hidayah semalam berlangsung semarak. Walaupun KH. Husein Ilyas tidak bisa hadir karena sakit akan tetapi tanpa mengurangi rasa khidmat malam itu. Suasana sempat diguyur hujan dan gerimis tapi alhamdulilah acara berlangsung lancar.

Setelah isya kami santri PPHS langsung menuju ke acara tersebut. Di sana pra acara berupa sholawat sudah dilantunkan oleh santri Al Hidayah. Setelah itu tidak berselang lama acara pun dimulai dan dibuka oleh MC. Acaranya yaitu pembukaan, pembacaan ayat suci Al Qur'an, lalu menyanyikan lagu Indonesia raya dan Mars Syubbanul Wathan, sambutan ketua, wakil khatimin khatimat, kepala desa Plosokandang, tahlil, prosesi wisuda dan pemberian syahadah lalu mauidhoh hasanah dan doa.

Acara yang dihadiri oleh KH. Harun Ismail, KH. Syamsul Abadi, KH. Abdul Khaliq, KH. Abdul Rafi' Ahmad, KH. Sufyan Tsauri, kepala desa, Danramil, dan Polsek tersebut sangatlah menarik walaupun memakan waktu lama. Salah satu hal menarik adalah ketika pada wisudawan diarak menuju panggung utama. Dengan diiringi hadrah plus srakal khas poro sepuh acara ini membuat siapa saja mengabaikan momen dengan hp. Terutama ketika payung hijau khas tersebut berputar semakin kencang.

Singkat cerita mauidhoh hasanah yang pertama disampaikan oleh KH. Harun Ismail dari Selopuro Blitar. Beliau berkisah tentang hukum menyelenggarakan majelis haul atau peringatan kematian seseorang. Kata beliau pada 1959 dalam Muktamar Jatman Pekalongan dan diperkuat pada acara Konbes Jakarta tahun 1961 bahwa peringatan haul itu tidak melanggar syariat dan bahkan termasuk sunnah nabi.

Beliau juga cerita tentang kemerdekaan di mana banyak peran santri dan ulama. Lalu beliau juga cerita bahwa shohibul haul Mbah Fatah Mangunsari karomahnya luar biasa salah satunya dibuktikan dengan bangunan menara pondok yang beberapa kali diguncang gempa tidak ambruk. Beliau juga berpesan bahwa orang hafal Qur'an itu juga harus lengkap yaitu seperti Imam Syafi'i yang sufiyyun faqqihun. Jangan sampai menjadi orang yang ibadah tanpa ilmu. Dalam hal hafalan Qur'an memang butuh metode bahkan Imam Jauhari menanamkan al Qur'an harus dengan tegas. Di sinilah kadang ketegasan dan kekerasan disalahpahami oleh wali santri.

Terakhir beliau selalu mengingatkan para wisudawan untuk mencari ridhonya guru. Bahwa menghafal itu sulit memang benar akan tetapi dalam Kitab Busyrol Karim sambat itu tidak boleh alias makruh. Atau jika ingin mengeluh itu jangan sampai terlihat orang lain. Salah satu keberkahan yang diperoleh adalah dengan meminta doa. Kita memang tidak pernah tahu doa siapa yang akan diijabah. Seperti Syeikh Ma'ruf al Kharki beliau rela membatalkan puasa sunnah karena demi meminum air yang telah didoakan orang.

Setelah itu mauidhoh hasanah kedua disampaikan oleh KH. Syamsul Abadi al Hafidz dari Perak Jombang. Beliau berkisah bahwa abil barokat kata Syeikh Dardiri Nabi Muhammad SAW gantengnya ditutupi haibah wibawa sehingga tidak menimbulkan fitnah, beda dengan Nabi Yusuf yang justru menimbulkan kontroversi di kalangan pembesar Zulaikha. Maka dari itu tradisi yang jika anaknya ingin ganteng selain membaca surah Yusuf juga surah Muhammad supaya lengkap.

Beliau juga mengatakan bahwa kata Ikrimah binti Abu Jahl orang hafal Qur'an tidak akan pikun. Membaca al Qur'an dengan keras membuka selaput darah sirkulasi darah dan ini sudah dibuktikan oleh kalangan akademisi. Kata Imam Syatibi, teman terbaik dalam hidup adalah al Qur'an. Dalam Al Itqan Imam Suyuti menjelaskan bahwa melihat al Qur'an itu ibadah lalu naik ke level membacanya, menhafalnya dan mengamalkannya. Karena orang menghafal al Qur'an itu harus pakai akhlak. Jangan lupa pula santri tidak boleh bahaya ngetes ulama cuma karena kapasitas keilmuan bisa tidak berkah dan mati suul khatimah.

Dalam al Qur'an pun banyak rahasianya misalnya lam bi makna liqa' kumpul. Ini artinya jika orang tua memiliki anak yang hafal Qur'an karena karomah dan pasti akan memberkahi hidup. Ba' bi makna barokah dan itulah akhirnya yaitu keberkahan hidup. Perlu diingat bahwa di belakang viral ada gurunya. Di balik santri hebat pasti ada guru dan orang tuanya. Bahkan banyak fenomena yang anaknya luar biasa justru terlahir dari orang tua biasa.

Sebagai sebuah tinjauan psikologi sosial kata Ibnu Musyayad bahwa jika orang tuanya dermawan maka anaknya kaya. Jika orang tuanya ikhlas maka anaknya banyak yang sukses. Beliau juga melihat fenomena kekinian yang hampir luntur yaitu soal loman pada tetangga sudah tidak saling jaga karena sudah terkesan individu pada orang Jawa punya pepatah, "pager mangkok luwih kuat tinimbang pager tembok". Artinya orang dulu itu saling ringan tangan dengan tetangganya.

*Untuk mengetahui prosesi dan isi mauidhoh hasanah secara lengkap bisa buka YouTube Channel Madu TV Tulungagung.

the woks institute l rumah peradaban 7/11/22



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde