Langsung ke konten utama

Al Khidmah Spesial HUT Tulungagung 817




Woks

Tulungagung -(13/11/22) Jamaah Al Khidmah kembali bisa mengadakan Majelis Dzikir dan Maulidurrasul SAW. Kali ini dalam rangka HUT Kabupaten Tulungagung ke-817. Menurut Mas Toni selaku ketua PD Al Khidmah Tulungagung kegiatan dalam rangka Haul adalah hajatnya jamaah sedangkan kegiatan HUT adalah hajatnya pemerintah.

Sejak pagi jamaah berbondong-bondong hadir di Kantor Bupati Tulungagung tempat di Mushola Ar Rohim. Biasanya majelis tersebut diselenggarakan di depan Kankab atau di Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bangsa. Akan tetapi kali ini acara terpusat di dalam. Namun tidak mengurangi jamaah untuk hadir dan khusyuk mengikuti majelis.

Sekitar 1200 jamaah dari beberapa daerah se Mataraman memenuhi halaman mushola tersebut. Saking antusiasnya sampai halaman pun penuh sesak jamaah dan bahkan sampai mereka duduk di pelataran dan berpanas-panasan.

Setelah semua rangkaian usai majelis ini dibuka langsung oleh KH. M. Najib Zamzami dan mauidhoh hasanah oleh KH. Muhammad Faruq. Dalam mauidhoh tersebut Kyai Faruq menjelaskan bahwa HUT identik dengan perasaan bahagia. Maka dari itu rasa bahagia harus dihadirkan terutama dalam melakukan kebaikan. Syarat untuk bahagia adalah dengan membahagiakan orang lain pula.

Beliau bercerita bahwa kadang kebahagiaan itu sawang sinawang. Atau kebahagiaan itu sesuai versi masing-masing orang. Dalam bahasa guyon beliau orang justru tidak bisa tidur ketika banyak uang atau dalam lilitan hutang. Mak dari itu pentingnya berhusnudzon kepada Allah. Beliau juga bercerita tentang seseorang yang pernah hampir bangkrut usaha bertani sayur karena PPKM di masa pandemi. Akan tetapi karena kedermawanan dan berpikir positif kepada Allah maka orang tersebut justru mendapatkan keuntungan yang berlipat.

Beliau juga bercerita ada seekor burung pipit yang berhenti berkicau. Ketika ditanya mengapa, ia pun menjawab karena sarangnya rusak oleh angin. Lantas sang burung itu diberi penjelasan oleh Allah bahwa angin itu tidak bermaksud merusak sarangnya. Angin itu sengaja Allah kirim karena pada saat itu ada ular yang ingin menyantap sang burung. Allah masih berkasih sayang pada burung itu makanya anginlah Allah datangkan buat menolong burung tersebut.

Sebagai penutup beliau bercerita bahwa dulu ada seseorang yang memiliki hutang sebesar 500 dirham akan tetapi tidak bisa melunasi. Suatu saat ia ditagih hutang dan tidak bisa membayar tepat waktu. Maka konsekuensinya ia harus dihakimi dan dipenjara. Singkat kisah ia pulang ke rumah dengan jaminan Rasulullah dan siap untuk dicoret menjadi umat Nabi. Lalu di malam hari keluarga tersebut membaca shalawat yang membuat sang suami bermimpi. Dalam mimpi tersebut ia bertemu Rasulullah seraya memberi petunjuk untuk menemui seorang ulama. Ulama itu akan membantu melunasi hutang tersebut. Hingga akhirnya terbangun dan memberikan salam dari Nabi pada ulama maka singkat cerita hutang tersebut pun dilunasi oleh sang ulama. Tanpa diduga saudagar yang dihutangi juga didatangi Nabi bahwa ia akan mendapatkan kebahagiaan jika mampu membebaskan hutang saudaranya itu.

the woks institute l rumah peradaban 13/11/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde