Langsung ke konten utama

5 Tips dari Gus Mus Untuk Memulai Bahtera Rumah Tangga




Woks

Kepada siapapun yang ingin menikah tentu kita tahu ada beberapa syarat harus dipenuhi. Karena menikah sejatinya bukan soal memadu kasih dua pasangan melainkan dua keluarga besar. Tidak hanya itu adat tradisi dan budaya setempat mengharuskan kedua pasangan untuk saling memahami dan menghormati. Maka dari itu selain di masyarakat secara luas antara kedua pasangan pun harus memperhatikan bagaimana cara membina rumah tangga yang baik.

Kita tahu tidak ada rumah tangga yang ideal. Karena di setiap rumah tangga selalu ada saja masalah yang terpenting jangan mencari masalah. Dari itulah saya tuliskan tips untuk menyongsong rumah tangga ke depannya kita harus mempersiapkan segalanya. Persiapan tersebut bukan soal materi tapi juga sesuatu yang bersifat esensial. Berikut adalah sangu atau modal dari Gus Mus alias KH. Ahmad Mustofa Bisri untuk kita yang akan membina rumah tangga.

Pertama, kata Gus Mus jangan lupakan niat. Bahwa niat adalah hal utama dalam konteks ini adalah pernikahan. Menikah itu sesuai dengan al Qur'an yaitu dalam rangka mencari ketentraman bukan hal lain. Niat menentukan segalanya. Dengan niat segala sesuatu bisa ternilai. Maka dari itu niat menembus ruang dan waktu.

Kedua, tetap menjadi manusia. Kata Gus Mus manusia sangat berbeda dengan mahluk lain. Malaikat tidak pernah salah dan setan tidak pernah benar tapi manusia bisa salah bisa benar. Maka dari itu dengan rumus tersebut seharusnya dapat dipahami bahwa sebagai pasangan untuk saling mengerti akan kekurangan pasangannya. Setiap pasangan tentu bukan mahluk sempurna dan selayaknya untuk menyempurnakan.

Ketiga, menghormati dan memahami perempuan. Salah satu kunci utama dalam membina rumah tangga adalah menghormati istri. Bahkan salah satu amanat KH. Mahrus Aly Lirboyo juga tentang menghormati istri. Nabi Muhammad SAW dalam salah satu wasiatnya sebelum wafat juga memerintahkan untuk memuliakan perempuan. Mengapa perempuan? karena secara hakikat sebenarnya perempuan lah yang paling berat dan kompleks pekerjaananya. Mereka bekerja dan mengurus banyak hal dalam keluarganya. Sehingga beban yang ditanggung pun berat belum lagi perempuan memiliki siklus bulanan yang tentunya tidak dimiliki kaum Adam.

Keempat, jangan berlebihan dalam segala hal. Pesan Gus Mus satu ini adalah yang paling mengena. Karena bagaimanapun juga berlebih-lebihan (israf) itu berbahaya. Berlebihan mencintai akan fanatisme buta, berlebihan membenci juga akan melahirkan ekstrimis. Maka dari itu jalan moderat adalah yang paling tepat. Dalam memandang kedua pasangan pun demikian kita melihat sewajarnya saja. Hal itu sama dengan sikap sebelumnya bahwa pasangan kita adalah manusia biasa yang memiliki kesalahan dan kebenaran.

Kelima, jika ada kesulitan ingat Allah. Tak kalah pentingnya adalah pesan terakhir yang menjadi gong dari pesan sebelumnya. Ingat Allah sebagai bentuk kepasrahan adalah hal utama. Karena pertemuan, persatuan hingga perpisahan antara pasangan tersebut semua sudah diatur oleh Allah. Maka dari itu kesulitan atau kebahagiaan sejatinya bermuara pada sang maha pencipta. Kita sebagai pasangan yang penuh kekurangan laiknya untuk terus bersandar pada sang maha sempurna.

Demikianlah 5 pesan indah dari Gus Mus untuk kita yang akan membina rumah tangga. Semoga saja apa yang telah didawuhkan oleh beliau dapat bermanfaat untuk kita semua.

the woks institute l rumah peradaban 1/12/22


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde