Woko Utoro
Malam itu sepulang dari TPQ saya menyempatkan diri mampir ke makam Mbah Khasan Mimbar Majan. Di sana saya numpang shalat isya di Masjid Al Mimbar dan setelahnya berziarah. Tentu tujuan ziarah kali ini tidak sekadar berkirim doa tetapi ada maksud lain yaitu mencari ketentraman.
Singkat kisah selepas ziarah ternyata ada seorang bapak yang memiliki tujuan sama. Di serambi masjid kami pun berdialog dan sekadar berbagi kisah. Si bapak berkisah bahwa hidupnya tengah mengalami problem. Pertama problem di mana istrinya tidak patuh dan selalu memiliki tingkah aneh. Istrinya bahkan berani melawanya dan tak segan bersikap buruk di depannya. Kedua usahanya berupa jasa las dan pasang tralis gavalum sedang macet.
Si bapak merasa hidupnya begitu goncang dan tidak menentramkan. Maka dengan ziarah kata beliau adalah cara mencari ketentraman. Selain di Mbah Khasan Mimbar beliau juga sering ziarah ke makam Syeikh Zainal Abidin alias Mbah Sunan Kuning di Macanbang. Setelah mendengar kisah tersebut diskusi saya masih berlanjut kali ini bersama Mbah To. Beliau adalah santri, sekaligus tukang khidmah di Pondok Nggrenjol dan Masjid Al Mimbar.
Mbah To awal mula bertemu dengan saya katanya ada yang beda. Sedangkan saya sendiri biasa saja dan akhirnya perdiskusian berlangsung hangat. Mbah To berpesan pada saya untuk selalu mengirimkan Fatihah kepada kedua orang tua atau menziarahinya baik sudah meninggal maupun masih hidup. Pesan beliau selanjutnya jangan tertipu dengan kesenangan duniawi terutama harus menjaga nafsu syahwat. Karena dewasa ini godaan syaitan begitu nyata dan jelas.
Beliau bahkan menegaskan seperti halnya bapak tadi di awal bahwa sebagian dari ketentraman hidup berada di masjid dan makam para wali. Maka dari itu jangan jauh dari masjid sebagai sarana beribadah dan teruslah bersambung, berwasilah lewat para wali untuk menuju Allah. Jangan lupa untuk terus bersholawat dan dzikir agar tidak kering hatinya. Sebab problem manusia saat ini adalah kegersangan spiritual. Singkatnya di tengah 2 kisah tersebut tak terasa 2 batang rokok merk Fajar Berlian telah habis kami hisap.
Dari kisah dan pesan tersebut saya pun pamit undur diri. Saya dapat pelajaran baru bahwa hidup sejatinya adalah menciptakan ketentraman. Maka jelas sudah bahwa ketentraman hidup itu mahal harganya. Jika merujuk pada Gus Baha untuk bahagia itu sebenarnya sederhana. Mengapa bahagia itu harus menunggu punya Alphard padahal kebahagiaan terletak pada hati yang lapang, nyamudera, tanpa kebencian, bisa bermanfaat bagi orang lain.[]
the woks institute l rumah peradaban 24/8/23
Komentar
Posting Komentar