Langsung ke konten utama

Tentang Perempuan Bernama: Ibu




Woko Utoro

Jika sudah membahas ibu tak akan ada habisnya. Lebih lagi ketika membincang doanya. Doa orang tua utamanya ibu memang mustajab. Tapi ada satu posisi doa ibu tumpul seperti pisau berkarat yaitu di saat mereka mengedepankan hawa nafsunya. Dalam bahasa anak kekinian yaitu egoistik, kolot, alias berpikir tentang dirinya sendiri.

Kita tentu tahu ibu adalah mahluk yang terhormat, dihormati. Mereka tidak hanya simbol melainkan subjek yang melahirkan dunia. Tanpa adanya ibu regenerasi tak akan pernah terlahir. Tapi apakah ibu selalu benar? tentu jawaban tersebut relatif. Bagaimanapun juga ibu adalah manusia. Mereka bisa salah dan benar. Karena ibu adalah perempuan yang tentunya bisa berpotensi keliru.

Dalam Al Qur'an kedudukan perempuan sangatlah istimewa. Sampai-sampai Al Qur'an mengapresiasi perempuan dengan satu surah khusus yaitu "An Nissa". Sedangkan posisi ibu salah satunya disebut dalam Al Qur'an sebanyak 35 kali dengan kata al umm berarti ibu sebanyak 29 kali, dan 6 kali memiliki makna lain. Perempuan bernama ibu memang luar biasa. Saking luar biasanya Al Qur'an menyandingkan perintah berlaku ihsan kepada ibu bapak setelah perintah untuk tidak menyekutukanNya. Termasuk perintah bersyukur kepada kedua orang tua setelah bersyukur kepada Allah. (Zulhamdi & Mahfudz, 2015).

Ibu memang segalanya bagi anaknya. Tapi tidak semua anak bisa berbakti pada ibunya. Terlepas dari faktor agama jika ditinjau dari segi psikologi mengapa ada anak yang tidak bakti pada ibunya. Sederhana saja kita bisa menganalisa tentang pola asuh di masa kecil. Atau dalam tataran normal memang hal itu sering terjadi karena anak dihadirkan sebagai kado sekaligus ujian. Al Qur'an sendiri yang memberikan rambu bahwa anak, istri dan harta adalah bagian dari fitnah. Maka perlu untuk dicermati agar tak salah langkah.

Ada pendapat menarik soal ibu dari Prabu Karno dalam sebuah cerita pewayangan. Ketika Bhratayudha pecah perang Prabu Karno berada di pihak musuh sedangkan ia masih saudara dan memang melawan Pandawa putra Dewi Kunthi. Singkat kisah Dewi Kunthi membujuk Prabu Karno untuk bergabung bersama Pandawa. Perlu diketahui bahwa Prabu Karno merupakan anak Dewi Kunthi yang dilahirkan dari telinga. Dalam catatan Prabu Karno memang anak Dewi Kunthi yang dilahirkan bukan dari hubungan yang sah. Maka pantas saja jika Prabu Karno tidak bergabung bersama Pandawa yang tak lain masih saudara.

Ketika Dewi Kunthi membujuk Prabu Karno ia menjawab pada ibunya bahwa, "Maaf ibu, dengan segala hormat ibu bukan yang sekadar melahirkan akan tetapi yang membesarkan. Sedangkan yang merawat dan membesarkan ku adalah Kurawa". Dialog itulah menandakan betapa sakitnya Prabu Karno yang dibuang oleh ibu kandungnya sendiri karena alasan anak haram. Maka tidak salah jika Prabu Karno berada di pihak musuh yaitu Kurawa.

Dari kisah tersebut sebenarnya Al Qur'an lebih lengkap memposisikan ibu. Bagi Al Qur'an ibu adalah sosok yang melahirkan sekaligus merawat dan membesarkan. Sedangkan bapak berperan mencari nafkah dan pelindung keduanya. Jika ada istilah anak durhaka maka ada pula orang tua durhaka di mana mereka menelantarkan anaknya. Anak adalah titipan, amanah yang harus dijaga hingga dewasa. Terlebih anak perempuan jika sudah tiba jodohnya maka segeralah nikahkan. Karena menikahkan anak adalah salah satu dari 4 perkara agama yang harus disegarkan selain bertaubat, mengurusi jenazah, dan bayar hutang.

Fakta di lapangan justru ibu menjadi problem atas apa yang menjadi kehendak diri sendiri. Dengan alasan masa depan serta perasaan mendalam ibu memang mudah tidak rela melepas anak kepada orang lain. Akhirnya dari perasaan itulah justru menutup rasionalitasnya. Ibu sebisa mungkin protektif terhadap darah dagingnya sampai-sampai ia lupa bahwa anak bermasa depan. Sifat ibu dari dulu memang konsisten, selalu tidak tega terhadap gerak langkah anaknya. Ia bahkan selalu menganggap bahwa anak-anak tak akan bisa mandiri tanpa tangan dingin orang tua.

Begitulah ibu sulit dipahami tapi berusaha ingin dipahami. Ibu adalah gua pertapaan kata Dzawawi. Ibu adalah lautan tak bertepi. Ibu adalah misteri. Ibu adalah singgasana yang tak bisa diduduki. Ibu adalah kedudukan itu sendiri. Ibu adalah pabrik keridhoan di mana Tuhan memberinya kunci kehidupan. Ibu adalah jimat. Ibu adalah lumbung doa. Ibu di kakinya terdapat syurga.[]

the woks institute l rumah peradaban 3/8/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde