Langsung ke konten utama

IKM Sebagai Media Komunikasi Akar Rumput




Woks

Sejak lama saya penasaran dengan keberadaan IKM di laman Facebook. IKM atau akronim Indramayu Kota Mangga adalah sebuah halaman Facebook yang berisi segala berita dan informasi mengenai Indramayu dan sekitarnya. Tidak hanya itu segala macam pengetahuan sering dikabarkan melalui media ini.

Rasa penasaran saya memuncak ketika IKM dalam banyak postingannya berisi akan hal-hal yang berbau pengetahuan lintas genre. Bahkan beberapa waktu admin IKM sendiri pernah bertanya pada dirinya apakah respon pembaca dalam menanggapi postingan mereka. Apakah mampu mencerna atau malah mengabaikanya. Saya barangkali termasuk orang yang punya perhatian besar dalam banyak postingannya.

Jika kita amati IKM sering sekali memposting banyak hal seputar kehidupan seperti filsafat, tasawuf, psikologi, politik, budaya, ekonomi, sosial, agama, pendidikan dan banyak lagi. Yang membuat fanpage ini menarik yaitu segala postingan ditulis dalam bahasa Jawa Dermayon yang khas. Kita tahu bahwa dengan memposting tulisan berbahasa lokal akan turut melestarikan bahasa tersebut di tengah terkikisnya anak muda dari tradisi tutur nenek moyangnya. Selain itu IKM juga melengkapinya dengan foto dan video guna memperjelas isi tulisan tersebut.

Beberapa hal yang saya sukai dari IKM ini yaitu membahas seperti kesadaran, intelektual, spiritual, kepribadian hingga hal-hal yang perlu dalam bahasa Derrida didekonstruksi dalam masyarakat. Misalnya postingan yang menggugah kesadaran adalah, "Sugih iku dudu banda kaya tapi psikologis. Artine due ati kang seluas segara". Bahwa kekayaan itu bukan dari banyaknya harta akan tetapi hati yang seluas samudera. Dengan hati yang luas maka kita bisa disebut orang kaya.

IKM sebenarnya ingin hadir untuk menjadi pembeda sekaligus menjadi pencerahan bagi masyarakat terutama di media Facebook yang masih harus diberi pencerahan. Sebab selama ini medsos masih terlalu riuh dengan segala macam sampah digital seperti berita hoax, caci maki dan debat kusir.

IKM ingin menyuguhkan kesadaran bahwa ilmu adalah lebih berharga dari apa yang selama ini masyarakat yakini bahwa materi adalah segalanya. Salah satu postingan berbunyi bahwa jika ingin kaya maka jangan berpikir materi berlebihan. Admin juga mencuplik Nawal El Shadawi bahwa ia tidak terkesima dengan susu dan madu surga atau pelayan bidadari, tapi ia terkesima dengan para ahli ilmu pengetahuan.

Hingga akhirnya dalam narasi ini saya menduga bahwa admin IKM dan sejawatnya merupakan seorang akademisi atau pembelajaran atau bahkan aktivis literasi, aktivis perubahan. Saya bisa mencium aroma pergerakan bahwa mereka adalah sekumpulan anak muda yang mencoba untuk berbagi lewat hal-hal yang anti mainstream. Kata admin bahwa sesuatu hal itu ada dasarnya, jangan asal ngomong atau nulis. Dan inilah yang selama ini hidup di masyarakat penuh keriuhan dan omong kosong.

Dalam banyak postingannya seperti membahas musik, kesenian, isu korupsi, kriminalitas, sampai info loker IKM memang tidak peduli jika orang menganggapnya aneh. Mereka selalu berprinsip bahwa semua hanya soal sudut pandang. Maka dari itu kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib tak usahlah memberi penjelasan tentang dirimu karena yang membenci tak peduli itu dan tak percaya itu.

Terakhir semoga saja dengan adanya grup seperti IKM ini masyarakat bisa tercerahkan. Sesuai dengan tujuanya yaitu agar masyarakat kembali berbudaya sesuai dengan kearifan yang telah lama terpelihara. Dengan adanya IKM ini semoga sekitar 54 ribu orang yang mengikuti grup ini bisa terinspirasi untuk terus bergerak minimal memecahkan karang kejumudan dalam diri dengan terus belajar tanpa henti.

Salam,
Bang Woks (Wong Gantar Asli sing lagi merantau ning Jatim)

the woks institute l rumah peradaban 28/11/21


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde