Langsung ke konten utama

Penyakit Anak Muda




Woks

Sejak dulu membedakan sikap orang tua dan anak muda sangat mudah. Misalnya dulu orang tua selalu bijak dan nampak berkharisma dan anak muda selalu ugal-ugalan maka era saat ini bisa sangat mungkin terbalik. Lewat piranti teknologi dan zaman yang serba instan justru mempercepat penuaan baik bagi kaum muda maupun mereka yang sudah tua.

Antara kaum muda dan tua era saat ini sudah tak ada bedanya. Bahkan saat ini orang tua pun serasa bagai kaum muda terus karena mereka mengikuti trend zamanya. Lebih lagi anak muda, saat ini sangat sulit dikendalikan. Misalnya saja soal fashion, soal selera makan hingga soal etika anak muda kini lebih sering banyak "njawab" nya. Hal-hal apapun bisa dijawab oleh anak muda maka tidak salah jika membangkang dan tidak ingin diatur adalah ciri anak muda yang kolot dan kaku. Hal itu terjadi secara alamiah karena mereka merasa tau akan banyak hal.

Lagi-lagi teknologi dan filtrasi yang lemah menjadikan pemuda lebih mudah "nguyahi segara" dari pada diam dan dengarkan. Maka saat ini memberi nasihat anak muda harus ekstra pelan-pelan. Karena jika tidak begitu mereka ibarat bambu yang dipaksakan akan patah. Salah satu kalimat persuasif yang sering kita dengar untuk "nuturi" anak muda misalnya, "Orang-orang yang sering begadang dan selalu bercumbu bersama gawai adalah tipe manusia yang tidak bijak. mereka egois terhadap diri sendiri karena tidak memberi hak otonomi kepada tubuh. Akibatnya penyakit menyerang dan lagi-lagi Tuhan yang disalahkan. andai mereka lebih bijak soal ini maka segala hal bisa diminimalisir".

Begitulah anak muda. Dengan rasa muda itulah mereka akan merasa terus digdaya padahal hidup hanya hak guna pakai. Maka dari itu peran orang tua dan guru sangat vital. Walaupun anak muda seperti karang, kuat dan keras kepala akan tetapi orang tua masih harus terus memberinya nasihat. Karena lewat nasehat itulah pesan akan tersampaikan walaupun kecil kemungkinan mereka mangkir darinya. Tapi tak mengapa selama proses dalam hidup berjalan semua tak ada salahnya untuk terus diupayakan.

Anak muda memang perlu diberdayakan karena selama ini virus disorientasi sudah menjalar. Banyak anak muda yang kehilangan jati dirinya karena mereka bingung atau lupa bagaimana caranya berekspresi. Apalagi jika sudah berhadapan dengan media, anak muda selalu terhanyut dan kebablasan. Di sinilah pendidikan dipersiapkan untuk mengingatkan mereka bahwa penyakit digital sudah mengintai sejak lama. Pasar-pasar kebebasan dan fun selaku ingin mengajak anak muda melakukan segala rasa ingin tahunya. Sebelum hal itu terlalu jauh kita memang perlu untuk menggali kesadaran agar penyakit itu tidak menjalar dan akut.

the woks institute l rumah peradaban 20/11/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde