Langsung ke konten utama

Review Buku Beyond Motivation




Woks

Kesan pertama membaca buku ini sangat penuh gizi. Bagaimana tidak, buku ini memuat tiga buah pikiran para raksasa spiritual yaitu Syeikh Ibnu Athoillah Syakandary, RMP. Sosrokartono dan Ki Ageng Suryomentaram. Ketiga penulis buku ini Abdullah Wong, Abi Bhadra Maulana, dan Muhaji Fikriono sengaja ingin menyuguhkan pemikiran penulis al Hikam tersebut dalam bingkai ajaran kesufian Jawa. Mereka sangat paham bahwa ajaran kawruh jiwa, kawruh begja Ki Ageng Suryomentaram dan ilmu kantong bolong RMP. Sosrokartono juga sangat berhubungan dengan aforisma Ibnu Athoillah tersebut. Maka dari itu ajaran ketiganya tidak berakhir sebagai kata-kata motivasi belaka.

Buku ini bisa juga sebagai kritik buat mereka yang hanya sekadar mengkonsumsi motivasi berupa kata-kata. Sebab selama ini kita ketahui motivasi yang hanya sekadar kata akan percuma tanpa kehadiran kesadaran. Ketiga penulis buku ini menyuguhkan 38 hikmah pilihan yang dinukil dari kitab al Hikam. Kitab karya Ibnu Athoillah tersebut tentu salah satu kitab sufistik terbaik yang dipelajari oleh kalangan lintas thariqah. Isi dari kitab tersebut tentu adalah pengalaman batin penulisnya dalam menempuh jalan sufi ala Syeikh Abil Hasan Syadzily.

Banyak hikmah yang terkandung dalam buku ini meliputi aspek tauhid (penciptaan, tugas manusia, keunggulan manusia, agama, syukur dan takdir), sosial (kewajiban, pergaulan, persahabatan, bekerja), ilmu dan ibadah (hidayah, anugerah, proses, pikiran dan usaha penerimaan). Semua hikmah tersebut lebih dari sekadar motivasi karena kata tersebut menjelma ajaran batin yang didapat dari riyadhoh, serta pergulatan batin yang ketat lewat bimbingan guru mursyid. Tentu dalam buku ini yang tidak kalah menariknya yaitu korelasi antara Ibnu Athoillah dengan ajaran Jawa yang ternyata sudah sejak lama berkembang dan menjadi spirit dalam menghayati ajaran esoteris Islam itu.

Kita akan sangat menikmati ketika RMP. Sosrokartono yang tak lain adalah kakak kandung RA. Kartini, beliau menuliskan ajaran ilmu kantong bolong. Ilmu kantong bolong adalah salah satu puncak makrifat Jawa di mana orang membantu sesama sudah tidak memperdulikan waktu, isi perut, isi kantong. Bila isi kantong berisikan sesuatu maka hal itu akan senantiasa mengalir. hlm 223. Barangkali ilmu ini telah dipraktekkan oleh almaghfurllah Gus Dur, manusia yang sangat berpandangan kemanusiaan.

Ajaran sugih tanpa banda, digdaya tanpa aji, trimah mawi pasrah, sepi pamrih tebih ajrih atau kaya tanpa bergantung harta, menginvasi tanpa mengandalkan bantuan, sakti tanpa ditopang senjata dan menang tanpa mempermalukan. hlm 259. Ajaran tersebut tentu RMP. Sosrokartono tersebut tentu sangat membekas sekali apalagi jika melihat pandangan Ki Ageng Suryomentaram bahwa manusia yang tinggi derajatnya bukan indikator harta tapi karena budinya. Hal itu pula yang menjadi dasar al Hikam memotret kehidupan Syeikh Abil Hasan Syadzily sebagai sufi kaya akan tetapi tidak sedikitpun hatinya terpaut dengan kekayaan fana tersebut. Justru beliau adalah yang menggunakan kekayaan sebagai jalan taqorrub kepada Allah swt.

Tentu masih banyak lagi kedalaman hikmah yang ada dalam buku ini. Jika kita ingin lebih mengetahuinya tentu buku ini sangat rekomended buat anda para salik.

Judul : Beyond Motivation
Penulis : Abdullah Wong, dkk
Penerbit : Noura Books
Tahun : 2013
Tebal : 280 hlm
 
 
the woks institute l rumah peradaban 3/11/21


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde