Langsung ke konten utama

Review Buku Inilah Esai karya Muhidin M. Dahlan




Woks

Bagi anda pegiat literasi, esai atau yang ingin menjadi esais rasanya buku Gus Muh ini bisa jadi rekomendasi bacaan. Buku "Inilah Esai" merupakan karya dari sekian banyak buku Gus Muh mengenai dunia tulis menulis. Memang sejak lama pengasuh Warung Arsip itu sangatlah concern dalam bidang kepenulisan satu ini. Hal itu terbukti dengan banyaknya tulisan beliau yang parkir di berbagai media salah satunya koran.

Buku Inilah Esai merupakan upaya Gus Muh untuk memberikan pencerahan kepada khalayak bagaimana esai terbentuk dan memikat. Ia merangkai segala macam pengetahuan mengenai esai ini dari berbagai literatur dan contohnya. Tidak tanggung-tanggung ia mencuplik tidak kurang dari 100 contoh esai para pesohor sejak masa Tirto Adhi Suryo, Ki Hadjar Dewantara, Ir. Soekarno, Bung Hatta, Mahbub Djunaidi, Gus Dur hingga paling kekinian seperti Nirwan Dewanto, AS. Laksana, Bandung Mawardi, Refly Harun, Ulil Abshar Abdalla, dan Rusdi Mathari.

Buku ini terdiri dari 9 bab utama serta 1 bab tambahan berupa daftar esai para pendahulu yang sengaja Gus Muh hadirkan. Tidak hanya itu Gus Muh juga menampilkan contoh-contoh esai rekomendasi dari para esais serta berbagai cover buku kumpulan esai. Barangkali Gus Muh sadar bahwa dalam buku ini tidak menjadi karya dengan resep jitu agar orang bisa menulis esai. Ia hanya memberi gambaran luas bahwa dari sudut apapun esai bisa dicipta sekaligus dinikmati.

Sisi menarik dalam buku ini tentu kaya akan referensi dan contoh esai. Di awal saja kita akan disuguhkan pengertian sekaligus perdebatan apa esai itu sebenarnya. Yang jelas Gus Muh sudah siap dengan multi jawabanya yaitu bahwa esai adalah gaya tulisan yang bukan-bukan. Ia juga meraba bahwa esai adalah tulisan percobaan. hlm 11.

Hal itu dijelaskan oleh Montaigne bahwa esai adalah cerminan, meditasi, percobaan dalam mengungkapkan gagasan yang diekspresikan secara licin dengan bahasa yang lentur. Beda lagi kata Cak Nun bahwa esai itu bukan puisi akan tetapi ia juga tidak bisa jauh tanpa rasa puitika. hlm 12.

Inti buku ini selain mencari pengertian esai yang terpenting adalah anda bisa saja mendefinisikan esai itu sendiri. Karena perdebatan bagaimana pun tentang esai semua bisa diterima. Begitulah kiranya esai sebagai tulisan anak nakal yang tidak bisa diatur dan tidak bisa ditebak. Bahkan esai bisa masuk dalam rumpun keluarga sastra seperti halnya diungkapkan Betrand Russel. Semakin anda membaca buku ini semakin pahamlah bahwa esai sangatlah luas untuk diselami. Ia selalu memberontak sesuai dengan zaman dan kepemimpinan yang berkuasa.

Judul buku : Inilah Esai (Tangkas Menulis Bersama Para Pesohor)
Penulis : Muhidin M. Dahlan
Halaman : 193 hlm
Penerbit : I: Boekoe
ISBN : 978-979-1436-34-2

the woks institute l rumah peradaban 29/11/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde