Woks
Beberapa hari ini saya terlibat dalam penelitian disertasi Pak Fauzan di Karanggayam Srengat Blitar tepatnya di Majelis Sabilu Taubah pimpinan Gus Iqdam. Secara mengikuti rutinan majelis mungkin saya masih tergolong awam dan bisa dihitung jari. Akan tetapi karena penelitian ini jarak saya sebagai jamaah dan Gus Iqdam justru sangat dekat.
Malam itu di rutinan penutup sebelum Ramadhan tepatnya di hari Selasa kami bertolak ke Markas Sabilu Taubah sekitar jam 21:00. Waktu yang sebenarnya sangat malam dan benar saja kami di sana kebagian duduk paling belakang. Bersama jamaah lain kami lesehan di sekitar jalan utama. Kebetulan jamaah memang sudah membeludak kemungkinan sejak sore tiba.
Singkat kisah acara pun usai dan kami langsung menuju panggung utama untuk menemui Gus Iqdam. Kebetulan beliau masih ingat dengan kami dan terlibat diskusi asyik meneruskan sowan pertama kami. Gus Iqdam memang menjadi idola baru. Setiap pengajian usai selain menerima tamu sowan beliau juga menerima foto dan konsultasi. Kebetulan saat itu ada beberapa rombongan para gadis dari Mojokerto, Semarang dan seorang guru BK dari Udanawu yang sowan beliau.
Beberapa hal yang dapat saya catat dari berbincang dengan beliau. Kata Gus Iqdam lek wes ngaji kudu golek nilai tambah dan
jangan meremehkan kebaikan sekecil apapun. Nilai tambah dalam mengaji berarti ada upaya lebih misalnya lewat membaca atau menyimak kajian lain. Jangan mudah puas dengan satu penjelasan dan bagaimanapun juga ilmu itu luas. Dalam konteks kebaikan jangan sampai kita meremehkannya. Gus Iqdam menceritakan bahwa jangan-jangan rahmat dan hidayah Allah turun justru karena hal-hal kecil beliau mengingatkan kisah Imam al Ghazali dengan seekor lalat yang meminum tinta atau seorang pelacur dengan anjing yang kehausan.
Perihal jodoh, kata Gus Iqdam nyelehne, diselehne. Artinya pada kendatipun kita ikhtiar mencari tetaplah sandar dan pasrahkan kepada Allah. Bagaimanapun juga Allah lebih tahu soal jodoh seseorang. Intinya jika kita menyukai seseorang harus juga mencintai masa lalunya karena apakah ada orang hidup tanpa masa lalu. Jika masa lalunya buruk maka bersiplah untuk memaafkannya. Dengan begitu ada proses muhasabah diri terkhusus bagi kita yang ingin menemukan pasangan hidup.
Gus Iqdam juga tidak segan untuk mengkritisi pendidikan kita yang menghabiskan waktu untuk sesuatu yang tidak penting. Saat ini pelajar hanya dicekoki pelajaran berupa menjawab soal. Padahal anak tidak membutuhkan hal itu. Anak membutuhkan skill, atau pengembangan lainnya. Kritik Gus Iqdam juga teralamatkan pada majelis shalawat yang tidak memiliki ta'lim. Artinya jika hanya sekadar shalawat dan mengibarkan bendera maka tidak terbentuk akhlak jama'ah. Maka Gus Iqdam usul di mana pun harus menerapkan madzhab Ploso berupa thariqah ta'lim wa ta'alum.
Terakhir terkait dengan jamaah, Gus Iqdam menjelaskan bahwa taubat itu seperti orang bodoh dan pinter tidak bisa dipaksakan. Semua butuh proses karena taubat ada dalm hidayah Allah. Karena sedoyo rohmate gusti Allah. Kita perlu memiliki metode dakwah ringan, santai, memasukan logika pesantren, logika kiai bukan logika pasar. Karena bagaimanapun juga pendakwah harus memiliki solusi ekonomi bagi jamaahnya.
the woks institute l rumah peradaban 5/5/23
Komentar
Posting Komentar