Langsung ke konten utama

Pesan Abah Sholeh dalam Acara Halal Bihalal 2023




Woks

Baru di tahun 2023 ini kami santri PPHS daat melaksanakan kegiatan halal bihalal bersama pengasuh. Kendati di awal kami satu persatu sudah sowan ke ndalem beliau. Akan tetapi acara ini dilaksanakan secara bersamaan karena santri sudah berkumpul semua.

Acara ini diawali dengan pembacaan yasin tahlil ba'da magrib. Setelah isya barulah dibacakan Maulid Simtudurror Al Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al Habsyi. Setelah itu barulah seperti biasa diisi oleh dawuh-dawuh Abah dan musyafahah. Dalam dawuh itu beliau menjelaskan beberapa hal di antaranya;

Lek sinau seng tenanan, disiplin. Ra ono wong lahir langsung pinter. Jika belajar menimba ilmu harus serius, fokus dan disiplin. Karena bagaimanapun juga tidak ada orang terlahir langsung dalam keadaan pintar. Seseorang perlu untuk berjuang berusaha menaklukkan kebodohan dengan belajar.

Sinten mawon seng gampangne ilmu kui bodo. Sinten mawon seng gampangne jamaah, kui wong faqir. Siapa saja yang menyepelekan ilmu maka ia orang bodoh. Siapa saja yang menyepelekan jamaah maka ia orang faqir. Di sinilah letak di mana seseorang masih tidak peduli ilmu hakikat. Orang masih mudah tertipu oleh kulit. Seharusnya mereka segera sadar bahwa ilmu adalah harta paling berharga dan mahal harganya. Dengan ilmu seseorang bisa hidup mulia dan dimuliakan. Termasuk keistimewaannya berjamaah yang tidak boleh dilewatkan. Jamaah adalah kunci harmoni dan solidnya sebuah harapan hamba kepada Tuhannya.

Nyedok o terus marang Gusti Allah. Gusti Allah ra bakal ngedoh, lan sak walike. Teruslah mendekat kepada Allah, jika kita mendekat maka Dia tak akan jauh. Sebaliknya jika kita menjauh maka Dia akan lebih jauh. Maka dari itu ada istilah datanglah pada Allah dengan merangkak, Dia akan mendatangi kita dengan berjalan. Datang padaNya dengan berjalan, Dia akan datang dengan berlari. Insyaallah jika hambanya terus mendekat padaNya maka segala hajat akan mudah diijabah.

Isino kro Gusti Allah. Malu lah hanya kepada Allah. Jika kita tidak shalat atau ibadah lain jangan malu kepada manusia tapi malu lah kepada Allah. Jika hamba sudah memiliki rasa malu pada Tuhannya maka ia akan sadar diri untuk segera beribadah padaNya.

Channel untuk menyambungkan doa, kabeh wes enek waktune, lek jelas kabeh suarga sepi. Jika doa kita ingin terkabul sejak saat ini rajin membuat channel atau frekuensi agar doa kita mudah diterima. Channel itu seperti usaha untuk dikenali jadi jika channel kita sudah dikenali maka segala hajat bisa diijabahi. Termasuk soal harta atau jodoh semua ada waktunya dan jangan khawatir. Mengapa seperti jodoh itu misteri karena jika semua hal sudah jelas maka surga akan sepi.

the woks institute l rumah peradaban 5/4/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde