Langsung ke konten utama

Pesan Santri Sepuh Untuk Kemajuan (4)




Woks

Terakhir sebagai penutup di edisi pesan santri sepuh saya masih akan menuliskannya. Beberapa pesan tersebut adalah :

Tetap semangat berjuang. Di manapun tempatnya perjuangan harus ditegakkan. Berjuang terutama dalam agama, ilmu dan kesejahteraan. Jangan sampai hidup tidak dijadikan apapun. Jangan sampai hidup tidak digerakkan pada jalan perjuangan. Sungguh perjuangan seorang santri adalah mengamalkan ilmunya sebisa mungkin. Semangat adalah bahan bakar alias amunisi. Maka dari itu pesan Bung Karno adalah agar mewarisi apinya bukan abunya. Api itulah yang disebut semangat. Selama semangat masih membara api akan terus memberikan cahaya.

Membumikan adab. Jangan lupa di manapun tempatnya ada atau tata krama menjadi mata uangnya. Adab menjadi hal utama setelah ilmu. Tapi tentu adab yang baiklah hal utama tersebut. Kita hanya berusaha semaksimal mungkin untuk terus menyemai ajaran para kiai. Dari kiai lah kita jadi tahu bahwa kekuatan terbesar Rasulullah SAW dalam berdakwah adalah akhlaknya. Maka dari itu warisan beliau yang paling besar selain al Qur'an adalah teladan, akhlak nan agung.

Ngempet emosi atau menahan emosi sangat diperlukan bagi seorang santri. Terlebih santri notabene masih kaum muda maka pengendalian tersebut harus sering dilatih. Santri harus satu komando dengan titah gurunya. Jangan sampai karena santri lebih tinggi kedudukannya justru menghilangkan rasa tadhimnya pada guru. Santri harus sadar bahwa setinggi apapun dia tetap murid seorang guru. Di sinilah arti penting bahwa hidup sesungguhnya menahan. Kata Nabi Muhammad SAW ada peperangan dahsyat yanga harus kita taklukkan yaitu perang melawan hawa nafsu.

Musyawarah. Jika memiliki masalah jangan disimpan sendiri. Usahakan jika menemui kebuntuan pecahkan dengan musyawarah. Hidup tidak sendirian lebih lagi kita pernah bersama dalam atap pondok. Menerima segala ajaran hidup akan arti kebersamaan. Nabi Muhammad SAW sudah mencontohkan sejak lama bahwa musyawarah itu asas walaupun kita nampak mampu. Musyawarah adalah jalan tengah agar seseorang tetap tegar di tengah padai, tetap tegak walau diterpa ombak. Dengan musyawarah berarti ada persatuan.

Taqwa. Terakhir pasrahkan segala sesuatu hanya kepada Allah. Karena Allah adalah awal sekaligus akhir. Di antara banyak nikmat dan rahmatnya Allah lah faktor utamanya. Kita tidak bisa mengandalkan segala amal apalagi hanya sekadar usaha-usaha kecil. Kita perlu bersandar pada dzat yang maha besar yaitu Allah SWT. Ketaqwaan adalah output utama seorang hamba kepada Tuhannya. Jangan sampai kita mencari Tuhan lain selain Allah SWT.

the woks institute l rumah peradaban 10/5/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde