Woko Utoro
Saat saya mengisi acara kepenulisan beberapa hari lalu ada pernyataan menggelitik dari peserta. Pada saat itu saya tanya mereka siapa tokoh idolanya dalam menulis? Rerata mereka menjawab tidak punya. Bahkan ironisnya mereka tidak tahu siapa tokoh yang biasa menulis. Itu artinya penulis memang masih belum ditemukan pada mereka yang tidak memiliki tradisi membaca.
Berbeda ketika saya tanya, siapa tokoh idola dalam musik. Rerata mereka mampu menjawab bahkan hafal dengan lagu-lagunya. Dengan demikian saya sadar bahwa tokoh dalam hiburan memang lebih mudah diingat dan menjadi teladan daripada tokoh yang seharusnya menjadi kiblat dalam meningkatkan kualitas akademik. Saya sadar bahwa pola demikian tidak salah. Hal itu hanya perlu diluruskan saja beberapa derajat menuju kesadaran kritis. Bahwa ada yang lebih prinsip dari sekadar fungsi intertainment yaitu akademik.
Tokoh dalam hal ini menulis sangat penting dimiliki. Tujuannya sederhana agar kita mampu membaca pola bagaimana mereka memiliki energi lebih dalam proses kreatifnya. Lebih luas dari itu rerata orang sukses polanya selalu sama yaitu mulai dari bawah, mereka menempa diri dengan gigih lalu menggapai asa sesuai minatnya. Di sana juga terdapat struktur pasti orang sukses adalah sosok yang rajin membaca. Entah membaca buku secara khusus atau membaca keadaan sesuai simpul pola di masyarakat.
Mereka juga sosok yang open minded terhadap perubahan. Tidak tertutup diri dan selalu giat belajar. Mereka selalu berdiskusi dengan para pendahulunya. Mereka tak pernah bosan mencoba dan pastinya mencintai jalan hidupnya. Tidak peduli seberapa penatnya keadaan yang jelas menulis adalah cara agar dunia ternilai, dinamis dan hidup. Ini sudah menjadi rumus jika seseorang ingin menjadi penyair tirulah siapa penyair idolanya. Jika ingin menjadi pemain sepakbola siapa tokoh favoritnya dan jika ingin menjadi penulis copy paste lah bagaimana mereka menulis. Dengan memiliki tokoh idola berarti kita akan mewarisi spiritnya dalam menggapai asa.
Dari itulah jelas bahwa role model atau teladan sangatlah penting. Tidak hanya soal menulis akan tetapi dalam segala hal. Dalam tradisi pesantren dikenal dengan istilah sanad. Jika sanad guru kita seorang pembelajar maka mau tidak mau santri harus ikut thariqohnya. Lewat teladan tokoh itulah kita yang kecil ini turut menjadi bagian dari hal-hal besar. Salah satu ikhtiar bermanfaat bagi umat adalah dengan menulis. Lalu siapa panutan saya dalam menulis? Saya jawab dengan lantang, Prof Ngainun Naim, dan Emha Ainun Nadjib.[]
the woks institute l rumah peradaban 29/5/23
Komentar
Posting Komentar