Langsung ke konten utama

Logaritma Pernikahan




Woks

Beberapa hari lalu atau bahkan sering ketika saya membuka YouTube atau melihat tampilan awal Google isinya sama. Tak jauh berbeda ketika saya membuka tampilan video di laman Facebook. Semua platform tersebut menunjukkan key word tentang pernikahan padahal saya belum pernah menulis mengenai topik tersebut.

Kita tentu tahu bahwa internet tercipta salah satunya memanfaatkan logaritma matematika. Jika seseorang menuliskan key word misalnya "pendidikan" maka konten, berita atau informasi apapun berkaitan dengan pendidikan akan muncul. Hal itu sama juga dengan iklan jika kita sekali klik maka akan muncul terus di beranda sosial media tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa saya tidak menulis key word "pernikahan" akan tetapi muncul diberanda mengenai hal tersebut.

Saya sadar bahwa ketika key word pernikahan tersebut muncul tentu tidak salah. Maka saya cukup husnudzan saja barangkali waktu memang sudah mendekatkan. Kita hanya tinggal bersiap saja bila Allah sudah menakdirkan. Beberapa logaritma yang muncul tersebut tentu saya jadikan sebagai pelajaran dan ternyata memang sangat penting sebagai modal. Logaritma tersebut muncul di antaranya dari Mbah Nun, Gus Mus, Mbah Moen, Gus Baha, Gus Yusuf Chudori hingga Abi Quraish Shihab.

Menurut Mbah Nun modal seseorang untuk menikah itu adalah jangan sampai berbuat sesuatu yang keduanya sulit memaafkan. Kedua pasangan diharapkan untuk saling mengerti dan menghormati. Jangan sampai berbuat sesuatu yang fatal. Jika terjadi maka akibatnya pun akan fatal. Selanjutnya jangan mudah marah tapi mudah memaafkan. Orang yang mudah marah tanpa sebab bisa menyebabkan mudah timbul kecurigaan maka dari itu memaafkan lebih utama. Dalam riwayat surga akan disiapkan bagi mereka yang mudah mengalah. Sering berdialog, dan susunanlah komunikasi yang konstruktif agar rumah tangga berjalan dengan baik. Intinya seberat apapun masalah jangan diselesaikan sendiri tapi bermusyawarahlah.

Menurut Gus Mus atau KH Mustofa Bisri modal pernikahan itu yang utama adalah menata niat. Niat tentu kita tahu adalah pintu gerbangnya segala amal. Semua tergantung niatnya termasuk niat menikah. Karena bagaimanapun juga ada pernikahan yang haram jika niatnya karena syahwat semata. Selanjutnya pandanglah pasangan sebagai manusia. Karena mereka sesama manusia maka cirinya adalah memuliakan. Memuliakan perempuan berarti dia orang pintar. Lalu jangan berlebih-lebihan dalam segala hal. Jika memuji ataupun memberi nasihat sekadarnya saja intinya jangan berlebihan karena yang berlebihan bisa bahaya walaupun itu kebaikan. Terakhir jika ada kesulitan serahkanlah pada Allah.

Seperti halnya Gus Mus, Abi Quraish Shihab pun memberikan pesan yang mirip yaitu modal pernikahan adalah lihatlah sesama pasangan itu sebagai yang sama-sama hidup. Jika memahami kehidupan maka ia akan menjadikan hidup bersama dengan berkualitas. Selanjutnya lihatlah keduanya sebagai sesama manusia, lalu jadilah dewasa, dan jangan lupa didasari dengan cinta. Cintai itulah menjadi dasar untuk membina rumah tangga. Cinta menjadi amunisi untuk saling mengasihi dan menyayangi.

Jika para tokoh sebelumnya bicara tentang ilmu sebagai modal menikah maka tokoh berikutnya memberikan tips dan pesan untuk mencari pasangan. Kata Mbah Moen golek mantu dudu krono kon ngewangi kerjo. Dawuh Mbah Moen khususnya untuk orang tua bahwa jika mencari mantu itu niatnya bukan untuk agar bisa membantu pekerjaannya. Niatkan bahwa mantu itu ya untuk anaknya. Urusan nanti membantu atau tidak serahkan saja pada keduanya. Intinya niat tersebut selama berbakti pada Allah adalah hal yang utama bukan karena demi membantu pekerjaan dan hal itu yang disalahpahami oleh masyarakat desa.

Pesan Mbah Moen tersebut juga disederhanakan lagi oleh Gus Baha, bahwa mencari pasangan itu tidak usah ribet cukup seng masih sujud madep ngulon iku apik. Kata Gus Baha jika pasangannya masih shalat menghadap kiblat itu sudah lebih dari cukup. Saya melihat bahwa bagi Gus Baha shalat adalah tolok ukur utama. Jika seorang pasangan mampu menjaga shalatnya maka mampu pula membina rumah tangganya.

Terakhir logaritma pernikahan dari Gus Yusuf bahwa mencari pasangan itu seng sholihah, manfaat, barokah berjuang. Carilah pasangan yang sholihah, karena sholihah akan melahirkan anak keturunan yang baik pula. Setelah itu yang bermanfaat, barokah dan mau diajak berjuang. Nampaknya Gus Yusuf lebih realistis dan seharusnya menjadi tolok ukur santri di mana pasangan memang menentukan. Kita bisa belajar dari Nyai Hj Rodliyah Dzajuli dan Nyai Hj Chalimah Chudori, dua sosok perempuan yang luar biasa. Demikianlah kisah sederhana tentang logaritma pernikahan tersebut semoga bermanfaat.

the woks institute l rumah peradaban 19/5/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde