Woko Utoro
Membaca buku Jejak Intelektual Terserak (2023) karya Prof Ngainun Naim ini mengingatkan saya akan dua hal. Pertama, buku ini serupa karya Kang Jalal yaitu Afkar Penghantar (2016). Buku yang sama-sama ditulis dalam rangka menghantar buku karya orang lain. Buku Kang Jalal berfokus pada karya-karya berkaitan dengan fungsi otak, kesehatan mental, psikologi dan kajian agama. Sedangkan buku Prof Ngainun Naim membahas topik sosial, agama, budaya dan literasi.
Kedua, saya ingat pesan Pak Ikhwan Fahruddin (Ketua IGI Kabupaten Tuban) tempo hari ketika berjumpa di Live IG dalam acara Ngaji Literasi SPK Tulungagung. Beliau mengatakan bahwa salah satu tugas utama pendidik (beliau membahasakan dengan guru) adalah menulis. Karena menulis adalah bagian dari merawat keilmuan khususnya bagi mereka yang juga sama sedang berkecimpung di dalamnya.
Pesan yang kedua ini tentu menarik karena Prof Ngainun Naim telah melakukan kerja-kerja intelektual berupa menulis. Selain pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat tentu tiga elemen tersebut akan berkaitan dengan menulis. Menulis itulah tidak setiap orang mampu melakukannya dan inilah yang masih dilakukan oleh Prof Ngainun Naim di tengah kesibukannya.
Buku Jejak Intelektual Terserak walaupun kecil tapi tidak mengurangi esensinya dalam menghantar tulisan yang ada. Buku ini telah menghantar banyak buku dengan beragam tema di antaranya tema pesantren, ramadhan, pengembangan diri, filsafat, pengantar kuliah kerja nyata (KKN) dan mayoritas berkaitan literasi. Buku ini memang menegaskan bahwa penulisnya dikenal sebagai ahli di bidang literasi. Maka tak salah jika topik berkaitan cara menulis yang baik, alasan mengapa menulis, inspirasi menulis, esensi menulis, urgensi bacaan, berkarya di era digital hingga cara menerbitkan buku dikupas tuntas dalam buku.
Salah satu hal menarik dari beberapa pengantar adalah beliau selalu memberikan apresiasi kepada siapa saja yang berkarya. Sesederhana apapun karya seseorang dengan apresiasi bisa menjadi energi yang mengandung kebaikan. Selanjutnya mentrandisikan menulis lalu menyebarkan semangat orang lain agar literasi terus membumi. Inilah yang dilakukan beliau dengan konsistensi mengakar kuat.
Lewat buku ini beliau juga menukil pesan indah Syeikh Dzunnun Al Mishry bahwa kerusakan yang menimpa manusia itu bukan karena tidak pintar, melainkan tidak mampu mengelola diri. hlm 15. Nah, salah satu cara mengelola diri adalah dengan terus menulis. Lewat tulisan meminjam istilah Dr Daoed Joesoef kita lebih objektif dalam menilai diri sendiri.[]
Awal September, 2023
the woks institute l rumah peradaban
Komentar
Posting Komentar