Woko Utoro
Pada malam Jum'at kemarin saya berkesempatan mengikuti rutinan majelis Rasulullah Tulungagung atau biasa dikenal dengan MR. Majelis yang diketuai Mas Imam Ghozali tersebut memang memiliki rutinan setiap malam Jum'at di kompleks Makam Srigading Kauman. Dulu ketika awal mula ikut rutinan MR tahun 2015 masih dihadiri segelintir orang tapi kini perkembangan sudah luar biasa.
MR memang sudah punya nama terlebih ketika pemimpin mereka Habib Mundzir Fuad Al Musawa wafat sehingga menambah kecintaan pada Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Karena wasiat pendiri MR yaitu agar majelis ini dirawat dengan baik. Akhirnya kini di tiap daerah MR berkembang pesat misalnya Jawa Barat diasuh oleh Habib Quraish Baharun, Jawa Timur Habib Idrus bin Muhammad Alaydrus dll. Sedangkan di masing-masing kabupaten juga ada salah satunya Tulungagung yaitu diketuai oleh Mas Imam Ghozali.
Singkat kata rutinan MR ini telah menghadirkan banyak pendakwah di antaranya Habib Abdurrahman Al Bayti, Ustadz Nanang Qosim, Gus Aladdin Ali Raja dan kini Ustadz Dr Muntahibun Nafis. Sebelum acara dimulai saya bersama Mas Lucky berziarah terlebih dahulu di maqbaroh Syeikh Basyaruddin bin Syeikh Abdurrahman. Setelah itu barulah rutinan dimulai dengan membaca kitab maulid ad Dhiyaul Lami' karangan Habib Umar bin Hafidz.
Singkat kata dalam mauidhoh hasanah Pak Navis menyampaikan banyak hal di antaranya; kendati kita tidak mengunggulkan nasab tapi ternyata nasab itu juga penting. Sebab dari nasab kita akan tahu rekam jejak perjuangan para pendahulu. Ibarat kata jangan sampai kepaten obor (terputus) dari kebaikan dan warisan leluhurnya.
Salah satu agar tidak kepaten obor dan tetap bersambung dengan pusat beliau mengistilahkan dengan chip dan pokok satelit. Kita ini sudah dipasangi chip (human religion) agar tetap bersambung maka perlu menyampaikan frekuensi misalnya dengan bertawasul dan ziarah. Misalnya ziarah ke Mbah Fanani Wonosobo, Mbah Thoha bin Yahya dan seperti di sini Mbah Basyaruddin. Beliau mengistilahkan para auliya Allah itu sebagai pusat wifi yang menyambungkan pada maha pusat.
Pak Navis juga berpesan agar mendapatkan keturunan yang baik kita harus terus berproses dan bukan dihasilkan dengan instan. Ada proses tirakat dan meminta kepada Allah lewat para kekasihnya. Tirakat itu berasal dari kata taroka berarti ngrekso, atau meninggalkan. Karena melahirkan kemuliaan harus meninggalkan kesenangan duniawi. Ada kuncinya yaitu melalui tauhid melahirkan iman, syariat dan adab. Iman dan ilmu kunci keberkahan hidup. Hati yang bersih bening akan mampu menyinari sekeliling dan hal itu dicontohkan oleh para wali Allah. Bahwa intelektual hanya 20 persen saja selebihnya attitude 80 persen sebagai modal kehidupan.[]
the woks institute l rumah peradaban 11/9/23
Komentar
Posting Komentar