Woko Utoro
Seperti biasa sore itu aku keluar untuk sekadar mencari angin segar. Perjalanan kali ini yaitu Cod dengan tukang kaos yang sudah dipesan 4 hari lalu. Dalam perjalanan tersebut pemandangan sore sudah tersaji dengan rapi. Di sanalah aku juga berpikir tentang hal-hal yang ku resahkan beberapa hari lalu.
Sepanjang jalan itu lalu lalang mahasiswa trendi dan mahasiswa modis mewarnai sore. Tak lupa pula sore menjelang magrib jalanan ramai. Kereta dari arah timur juga nampak melintas. Tak ada yang lebih setia dari rumah gubuknya daripada penjaga palang pintu. Juga tak ada yang lebih tabah dari mahasiswa yang rela antri demi sebungkus nasi plus lauk pauknya. Atau tak ada yang lebih sibuk dari penjual lauk pauk serta penjual pentol dari serbuan pelanggan setia. Sore itu memang indah dan nampak bersemi.
Di sore yang tenang itu aku melihat kembali sepasang kekasih yang berduaan di teras bawah gerbang masjid. Ku lihat sepasang kekasih itu saling menatap satu sama lain di antara pengendara jalan. Entah apa yang mereka perbincangkan selain angan-angan masa depan.
Aku juga berpikir mengapa sepasang kekasih memilih masjid sebagai tempat menuai rindu. Padahal masjid tempat peribadatan kudus bagi umat muslim. Tapi aku sendiri tidak perlu ambil pusing. Memang begitu sejak dulu maqam kasmaran sering melupakan segalanya. Bahwa kita memang telah lama kehilangan logika jika sudah di depan asmara.
Dalam perjalanan itu aku juga terngiang di mana pedagang kaos mencoba memberi ku uang. Katanya sebagai rasa terimakasih sekaligus bersalah karena pesanannya terlambat. Tapi bukan itu yang ku minta. Suasana cair saja sudah lebih dari segalanya. Karena memang kadang amarah membara ketika kita tidak mengetahui hal sebenarnya. Jika sudah tahu sebenarnya kita tak akan mudah berprasangka.
Selanjutnya di perjalanan terakhir sebelum magrib tiba. Aku mampir ke warung Mak Anna. Seperti biasa kami cipika-cipiki karena lama sudah tak jumpa. Seperti umumnya Mak Anna dan sajian khasnya yaitu sambal abang membuat rindu pelanggan. Hal itu mengingatkan aku dengan cerpen Gudeg Yu Siti (2015) karya Sam Edy Yuswanto yang berkisah tentang pelanggan setia makanan khas Jogja terbuat dari nangka muda. Baik Mak Anna maupun Yu Siti, keduanya memang sangat dekat dengan pelanggannya. Maka wajar ketika ketiadaan mereka misalnya tidak jualan pelanggan akan selalu khawatir apakah mereka baik-baik saja atau tidak?
Akhirnya kumandang adzan pun sudah terdengar. Mentari pun sudah pulang ke peraduannya. Aku pun turut pulang menuju pondok tercinta tempat menggantungkan cita-cita. Sore itu benar asyik dan syahdu. Jangan sampai pergi meninggalkan sore tanpa sebuah tulisan, katanya.[]
the woks institute l rumah peradaban 5/9/23
Komentar
Posting Komentar