Langsung ke konten utama

Dialog Satpam & Sahabatnya

             (Sumber foto: doc pribadi)

Woks

Suatu hari Pak Satpam sedang bingung, entah apa yang sedang dipikirkanya. Tidak seperti biasanya ia bermuram durja, wajahnya tidak menampakan keceriaan bahkan poni belah duanya pun terasa menghampa. Lalu sahabatnya datang menghampirinya lantas mereka pun bercengkrama.

Sahabat: "Ada apa ini kok pagi-pagi sudah lesu, ayoo semangat! (pinta sahabatnya itu)
Satpam: "Ia ini ada sedikit masalah, trus ditambah lagi semalam tidak tidur, dalam bahasa Jawa lek-lekan".
Sahabat: "Wah mudah itu obatnya, pokok sampean wudhu dulu setelah itu ngopi atau sekedar pemanasan menggerakan badan. Pasti dijamin manjur".
Satpam: "Ahh.. itu semua sudah sering saya lakukan, saat ini yang saya butuhkan adalah solusi atas permasalahan yang saya alami ini".

Rupanya Pak Satpam ini sedang galau. Dulu kebetulan si sahabat itu pernah kuliah di jurusan psikologi sehingga ia sedikit paham apa maksud Pak Satpam itu. Akhirnya benar juga ia buka mulut lalu berceritalah ia panjang lebar.

Katanya masalahnya kini adalah tentang asmara dan kehidupan utamanya ekonomi. Ia bercerita bahwa kekasih hati tak kunjung memberikan jawaban pasti tentang kelanjutan hubunganya ditambah lagi ia begitu bingung dengan sikapnya yang kian hari semakin aneh. Seperti biasanya anak muda masalah tersebut selalu menjadi momok menakutkan. Ia bahkan terus menghantui pikiranya. Tidur menjadi tidak nyenyak dan makan tidak enek. Lantas apalagi yang bisa diperbuat selain bergalau ria, berharap solusi turun dari langit.

Sahabat: "cinta dan perasaan memang begitu, ia kadang bercampur aduk dengan emosi yang terjadi seharian. Ibarat pepatah terlalu dekat jadi cinta, terlalu jauh jadi rindu. Jadi bagaimana pun juga semua hampir serba salah. Tapi salah belum tentu tidak benar sebab semua bergantung kita menyikapi kebimbangan itu. Sebenarnya ini hanya perkara keputusan. Terkadang diri ini tidak adil dengan bersikap keras terhadap orang lain sedangkan diri sendiri tidak berpacu sama sekali. Kita memang perlu ketegasan terhadap diri sendiri".

Lalu pak Satpam pun melanjutkan pertanyaanya. Berharap sahabatnya itu berbaik hati memberi kawruh padanya.
Satpam: "Bagaimana saya tidak bingung padanya sedangkan tiap hari selalu terpikirkan dia. Padahal dianya tak pernah memikirkan saya. Bahkan dia malu dengan pekerjaan saya ini, kan aneh".
Sahabat: "Wah jika soal ini tentu saya tidak bisa memberikan pencerahan lebih. Namun menurut saya mencintai itu perlu pemahaman dan saling pengertian, pun termasuk masalah pekerjaan. Jika salah satunya tidak bisa saling memahami maka bubrahlah sudah. Karena kita ditakdir menjadi mahluk yang berbeda maka kunci menghadapi perbedaan itu ialah dengan mengerti".

Satpam:"Oh.. iya juga sih. Selama ini kami memang masih kekanak-kanakan. Kadang kala kita lebih memperturutkan ego masing-masing. Kita masih sering berfikir siapa yang untung-rugi. Darisanalah mungkin saya baru sadar bahwa hubungan kita mudah retak. Padahal saya paham bahwa mencintai bukan soal untung rugi tapi soal memberi pemahaman satu sama lain".
Sahabat:"Lha itu sampean paham. Ya sudah sekarang apalagi yang mau sampean perbuat?".
Satpam:"Mungkin saya akan menenangkan diri dulu, setelah itu barulah saya akan memberi keputusan".
Sahabat:"Bagus itu. Segera saja, jangan sampai masalah mengganggu pikiran kita, sebab pikiran dan badan masih perlu untuk memikirkan hal lain yang lebih penting dari semua itu".

Sahabat:"Ini pesan saya yang terakhir. Pokok sampean jangan banyak melamun atau mengerjakan sesuatu yang sia-sia bagi diri sampean sendiri. Sebab sampean itu masih muda, sayangilah badan untuk dirawat agar lebih produktif. Masalah perempuan itu gampang, wong kita sudah dapat resepnya: cari yang cantik, kaya, nasab dan lebih penting dari semua itu karena agamanya. Termasuk rambu-rambu yang saya ingat dari Mbah Hasyim Asy’ari dalam karyanya "Dhau'ul Mishbah fi Bayani Ahkamin Nikah" tentang perempuan yang tidak direkom untuk dinikahi yaitu; 1). perempuan yang banyak mengeluh, mengadu, sakit-sakitan atau pura-pura sakit, 2). perempuan yang kebiasaan mengungkit-ungkit suaminya, 3). perempuan yang merindukan laki-laki lain, 4). perempuan yang suka memaksa suaminya membelikan sesuatu, 5). perempuan yang selalu bersolek dengan berlebihan, suka marah karena makanan dan 6). banyak bicara tidak penting alias cerewet. Selebihnya nikmati saja prosesnya dan jangan lupa serahkan kepada sang pemilik hati. Biarkan Dia yang memberikan petunjuk. Ingat toh, kata Mbah Tedjo jika kalian tidak saling telpon, sms, WAan maka diam-diam saling mendoakan".

Satpam:"Wah sampean kok sudah kaya pakar cinta ya. Ya udah terimakasih atas masukannya, ayo saya traktir ngopi!"
Sahabat:"Sangat siaap. Bungkus".
Sahabat:"Ingat lhoo, pesan itu masih gratis. Kalo besok-besok pasti ada tarifnya wkwk".
Satpam:"Wadaww...etdaah rebes, ehh beress boss".



the woks institute, 5/9/20

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde