Woks
Sebagai anak petani aku merasa bangga. Ibu bapak ku selalu memberiku semangat tentang arti kesederhanaan dan optimisme akan masa depan. Petani adalah penghuni pertama di muka bumi. Sehingga tanpa perlu minder bahwa petani telah berjasa besar dalam menanam baik padi, holtikultura, tebu, sagu dan banyak lagi. Kehidupan tanpa pertanian sepertinya tidak mungkin, karena hidup untuk menanam dan memanen. Sehingga seberapa besar kita menghargai petani atas jerih payahnya, tentu kita tak akan bisa membalasnya.
Sejak sekolah dasar (SD) hingga kuliah bapak mengajariku bahwa suatu saat sawah memang akan hilang. Tapi saat itu pula pertanian akan ramai bahkan anak-anak muda kembali turun ke sawah. Usaha pertanian akan digandrungi lagi dengan berbagaimacam bantuan teknologi. Sehingga kita tak usah khawatir jika pertanian akan punah. Saat ini kita hanya perlu menjaga konsistensi seberapa sabarnya menjadi petani?
Kita tentu tahu suka dukanya petani selalu tak berujung manis. Mulai dari harga yang tidak stabil, kelangkaan pupuk, tergerusnya lahan, oknum nakal berkeliaran, bantuan tani dikorupsi, hingga musim yang tak bersemi. Sejak dulu petani adalah kelompok yang selalu terpinggirkan. Mereka selalu merasakan pahit getirnya kehidupan. Mulai dulu sejak zaman kolonial petani selalu jadi korban lintah darat lebih lagi yang hanya sebagai buruh. Mereka juga tak kalah juangnya dalam pergerakan pembebasan dan keadilan di mana-mana.
Mungkin kita tau tentang perjuangan para petani di pegunungan Kendeng Jawa tengah yang hingga hari ini menyuarakan keadilan terkait pencemaran lingkungan. Tapi pada akhirnya suara petani hanyalah angin lalu. Suara mereka hanya diperas saat pilkada berlangsung, ibarat pepatah sudah manis sepah dibuang. Petani selalu jadi korban janji. Lagi-lagi di sinilah kita perlu berupaya keras bergandengan tangan. Saling menguatkan sesama petani untuk terus berjuang. Jika pun kamus kesejahteraan petani masih teramat jauh kita hanya bisa yakin anak cucu esok akan terus meneruskan estafet perjuangan itu.
Petani teruslah menanam. Jerihpayah mu akan dibalas oleh Tuhan sebagai pejuang kemanusiaan mengenyangkan perut-perut rakyat. Kita petani hanya bisa optimis revolusi agraria demi ketahanan pangan bisa diwujudkan. Asalkan UUPA 1960 bisa dilaksanakan dengan prinsip kebangsaan, kepastian dan perlindungan hukum, antimonopoli dan antiakumulasi, distribusi dan redistribusi, anti pemerasan, produktivitas, keberlanjutan, prinsip afirmasi dan pastinya kesejahteraan (Shohibuddin 2018). Saat ini apalagi yang bisa kita lakukan selain menanam, bersabar dan terus berkarya. Termasuk pelestarian alam, tanah dan lingkungan dengan program penghijauan. Tentu kita tahu saat ini petani diambang pilu dengan berbagai masalah seperti krisis agraria, ekologi, regenerasi, reproduksi dan ketahanan pangan. Maka dari itu PR kita masih seabreg untuk dipecahkan bersama.
Di hari Tani ini tentu kita berharap tentang kesejahteraan petani bukan sebuah mitos tapi nyata adanya. Kita hanya bisa terus berjuang memperbaiki diri guna memupuk asa lewat menanam dan mengolah tanah. Selamat hari Tani Nasional 24 September 2020. Petani Kuat Negara Makmur.
Komentar
Posting Komentar