Langsung ke konten utama

Ngaji Ngopi: Edisi Konsep Dakwah di Era Milenial

               (Ngaji Ngopi: doc penulis)

Woks

Ngaji Ngopi kali ini begitu istimewa sebab acara tersebut kedatangan narasumber yang keren bahkan hingga dipenuhi sesak jamaah. Narasumber tersebut tak lain merupakan founder dari masing-masing orang yang telah memiliki jamaahnya tersendiri dan sesuai bidang kajian yang diampunya. Mereka yaitu Pak Nurwakhidun founder Ngaji Gayeng, Gus Abdillah Subhikin founder Kampung Sufi dan Gus Muhammad Balyahu founder A.T.I (Anak Thariqoh Indonesia).

Ngaji Ngopi edisi kali ini tentu membicarakan konsep dakwah dari masing-masing founder tersebut guna mengajak kepada semua orang terutama generasi milenial agar terus membumikan hal-hal baik di kehidupan. Tentu dari masing-masing halaqoh yang mereka nahkodai memiliki ciri khasnya tersendiri sehingga bisa menjadi pilihan anak muda untuk menggali ilmu. Maka dengan adanya mereka dan kelompok binaanya setidaknya menjadi alasan kuat untuk kita terus mencari jatidiri, ngangsu kawruh melalui kajian, ilmu dan sosial.

Selayang pandang tentang Ngaji Gayeng Pak Nur menjelaskan bahwa acara tersebut diinisiasi karena melihat keprihatinan akan dekadensi moral terutama di daerahnya. Istilahnya orang di sekitarnya itu masih beraliran ijo abang . Ijo abang berarti keadaan masyarakat yang masih belum memegang agama secara utuh dalam makna lain yaitu STMJ (shalat terus maksiat jalan). Hingga darisanalah beliau bersama kawan-kawan mencetuskan acara ngaji tersebut guna menarik jamaah agar gandrung akan ngaji. Jamaahnya tidak hanya anak muda melainkan semua kalangan sesuai dengan narasumber yang dihadirkan. Menurut beliau acara ngaji ini hampir dihindari anak muda karena masih takut dengan istilah "ngaji", akhirnya lambat laun ngaji tersebut di-setting menjadi jagongan gayeng yang tidak terkesan kaku dan tampak mencairkan suasana. Sehingga ngopi, jagongan sekaligus mendengar kajian.

Selanjutnya sekapur sirih dari Kampung Sufi yang menurut Gus Dillah adalah sebuah wadah atau perkampungan yang ingin menyelarasakan antara ajaran dhohir wa batinan. Karena wadah ngajinya menggunakan frasa kampung maka boleh kepada siapa saja untuk memasuki perkampungan itu. Gus Dillah menjelaskan bahwa Kampung Sufi bergerak dibidang dakwah, kajian dan dzikir. Untuk dzikir beliau namai "majelis dzikir al asmaul husna". Setelah berdzikir tersebut maka biasanya langsung disambung dengan kajian tematik terutama tentang menata hati, tidak hubbudunya, agar orang mau insaf dan lainya. Bagi Gus Dillah Kampung Sufi tak lain memberi wadah pepeling sekaligus mengkaji jalan dakwah ala corak ulama salaf khususnya Islam Jawa. Salah satunya ialah bagaimana memahami sifat Allah swt melalui asmaul husna tersebut dan mengisinya ke ruang hati di kehidupan sehari-hari. Dalam bahasa Jawa beliau menuturkan kata "adoh tanpo wates cedek tanpo senggolan" itulah salah satu eksistensi Allah swt sebagai Tuhan yang perlu kita pahami sebagai mahluk yang esok akan kembali padanya. 

Terakhir yaitu purwaka dari Gus Balya tentang ATI yang digagasnya bersama teman-teman. Tujuan dibentuknya ATI tak lain untuk wadah silaturrahmi di mana orang-orang berkumpul dari berbagai kalangan dan sudut pandang. Karena dalam akronim ATI menggunakan frasa "anak" maka beliau mengartikan bahwa wadah ini adalah arena belajar. Sebuah sikap kerendahan hati bahwa anak perlu saling belajar dan mempelajari. Tambah Gus Balya kami di Puncak ATI yaitu sebuah tempat di mana salah satu rangkaian kegiatan dilaksanakan di sana juga memiliki wujud acara berupa bakti sosial. Acara tersebut yaitu mengadakan kursus gratis bagi anak yatim dan kurang mampu. Kursus yang terdiri dari kursus bahasa Inggris, les Matematika, ngaji Qur'an dan banyak lagi menjadi daya tarik tersendiri. Salah satu tujuan ATI karena afiliasinya dengan thariqoh maka mengajak kepada jamaah itu "keep dzikrullah" sesuai dengan motto ATI tersebut. Bagi ATI kata Gus Balya bahwa dzikrullah itu amat penting sebab agar hati terisi Allah dan tidak kosong. Apapun bacaan dzikirmu jangan sampai rumah hati mu kosong kesepian tak diisi oleh Allah swt. Saat ini keanggotaan ATI sudah mulai menyebar ke beberapa daerah di antaranya Malang, Gresik, Grobogan dan lainya.

Lengkap sudah edisi Ngaji Ngopi kali ini. Maka dari itu kita bisa memilih kemana jiwa ini berlabuh untuk tetap thalabul ilmi dan menjalin silaturahmi. Intinya bagaimana pun konsep dakwah tetap berpatokan pada ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ... bahwa kita menyeru (manusia) kepada jalan Tuhan dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula (an Nahl:125). Saya pun merangkum pesan dari para narasumber bahwa kita sebagai kaum muda untuk tetap berhati-hati karena di luaran sana masih banyak para pendakwah yang menyeru ke jalan radikal, termasuk bagaimana menyelaraskan antara hati dan pikiran tentu dengan ilmu dan sikap yang baik. Terakhir tetaplah keep dzikrullah di manapun tempat dan waktunya sebab hanya dengan mengingat Allah swt hatimu akan tenang.


Komentar

  1. Enak nya kita mau bikin wadah ap ya mas wok?? Hahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kita ya seperti biasanya, Diskusi Madzhab Amoh wkw

      Hapus
  2. Mantab jiwa.. ngaji santai namun ada banyak makna di baliknya ..

    BalasHapus
  3. Mantap mas.
    "Salah pergaulan dengan teman masih cukup mudah untuk dibenahi kembali. Tapi, kalau salah 'pengajian' itu sangat mengkhawatirkan. Sebab, menyangkut masalah aqidah & keyakinan."

    Kurang lebih demikian sebagaimana yg disampaikan gus Miftah malam tadi di JTV.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde