Woks
Ada ungkapan populer di kalangan anak muda bahwa jangan mengusik orang yang kasmaran nanti ia bagaikan singa. Atau jangan memberi nasihat kepada orang yang kasmaran ia tak akan mau mendengarnya.
Begitulah kiranya gambaran orang yang sedang kasmaran. Mereka ibarat seseorang yang tengah dimabuk tak mau memperdulikan apapun.
Hal itu pula yang dicatat dalam qasidah Burdah karangan Syeikh Syarafuddin Abu Said Al Bushri (w. 694 H). Syair yang terdiri atas 154 bait berisi pujian pada Kanjeng Nabi Muhammad tersebut tentu sangatlah dalam maknanya. Maklum saja syair itu memang sengaja dipersembahkan buat seseorang yang sangat dirindukan. Di antara syair yang bisa membuat kita terbuai di antaranya:
ايحسب الصّبّ انّ الحبّ منكتم
Apakah orang yang dimabuk cinta menyangka bahwa cinta kasih dapat disembunyikan di balik cucuran air mata dan kegelisahan jiwa?
لولاالهوى لم ترق دمعاعلى طلل
Jikalau bukan karena dalamnya cinta, tidaklah akan bercucuran air mata di atas kesan-kesan kampung kekasih
فكيف تنكر حبّا بعد ما شهدت
Maka bagaimana hendak disembunyikan cinta kasih itu setelah menaikan saksi (menyatakan kasih)
واثبت الوجد خطّى عبرةوضنى
Dan rindumu sudah tak bisa disembunyikan lagi, bila telah terukir di kedua pipimu kesan merah cucuran air mata
والحبّ يعترض للّذّات بالالم
Begitulah sebenarnya cinta apabila telah bertapak di dalam hati, ia akan menukar segala kelezatan dengan derita
منّى اليك ولوانصفت لم تلم
Andainya engkau sadar tentang derita orang yang bercinta, sudah pasti engkau tidak akan mencelannya
انّ المحبّ عن الذّال فى صمم
Begitulah kiranya orang yang dimabuk cinta sudah menjadi tuli dari celaan
Bisa dibayangkan betapa bucinya (istilah: anak milenial) syair tersebut dengan ilustrasi yang amat mendalam. Sampai-sampai syair tersebut disyarahi dalam kitab Durotul Mufidah syarah qasidatul burdah, kitab al Umdah fii syarhil Burdah Imam Ahmad bin Muhammad Ibnu Hajar al Haitami, bahkan ulama Nusantara KH. Sholeh Darat as Samarany, Al-Mahabbah wal Mawaddah fi Tarjamah Qouli Burdah.
Burdah memang salah satu dari karya sastra dengan gaya bahasa yang tinggi bahkan termasuk ke dalam karya sastra monumental hingga saat ini. Maklum saja sang pengarang memang sedang dimabuk rindu terhadap sosok yang ia selalu ingin bertemu yaitu Kanjeng Nabi Muhammad saw. Bisa dibayangkan jika itu terjadi di masa kini kemungkinan orang akan menganggapnya gila. Kasmaran terhadap kekasih memang bisa melupakan segalanya.
the woks institute l rumah peradaban 27/6/21
Komentar
Posting Komentar