Langsung ke konten utama

Manajemen Pendidikan Terintegrasi




Woks

Jika ada sebuah lembaga pendidikan di suatu daerah nampak maju dan pesat orang awam langsung mengira semua karena jaringan dana yang besar, berafiliasi dengan politik tertentu sampai menggunakan aji-aji penglaris. Maklum saja pikiran yang demikian masih sering kita jumpai di tengah masyarakat yang memang sangat minim literasi. Pengetahuan masih belum sampai kecuali sekadar desas-desus padahal jika mau diteliti secara faktual pasti lembaga tersebut telah melewati sejarah panjang.

Lembaga yang besar, maju pesat atau bangunanya kokoh menjulang, cabangnya di mana-mana hingga siswanya banyak tentu bukan hasil sim salabim. Mereka pasti telah melewati serangkaian sejarah yang mendarah-darah sejak di posisi di bawah, tidak diperhitungkan hingga akhirnya mencapai tujuan. Pastilah banyak hal yang diamati, dipelajari hingga menjelma sebagai lembaga yang kokoh. Salah satunya pasti karena ciri khas, karakter, serta inklusivitas dan open minded lembaga tersebut yang terus dikembangkan dan dipertahankan hingga kini.

Kira-kira demikian lah gambaran sebuah lembaga pendidikan yang dulunya kecil hingga bisa sebesar saat ini. Sudah 28 tahun lebih sejak didirikan 1993 silam, LPI Al Azhaar Tulungagung menjelma dan membidani lahirnya berbagaimacam jenjang pendidikan mulai dari Playgrup (PG), TK, SD, SMP/MTs hingga SMA/SMK. Tentu perjalanan tersebut tidak mudah, kata KH. Imam Mawardi Ridwan selaku pengasuh sekaligus Direktur LPI Al Azhaar mengatakan bahwa mengelola pendidikan itu lebih sulit dibanding mengelola perusahaan ekonomi. Mengelola perusahaan yang berkutat pada barang (benda) itu lebih mudah sedangkan mengurusi siswa lebih sulit karena berawal dari sumber daya manusia (SDM) dan beroutput SDM. 

Maka dari itu Kiai Imam memberi tips bahwa ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam mengelola pendidikan. Pertama, visi harus dipahami bersama karena visi menentukan arah juang sebuah lembaga. Kedua, skill perlu dikembangkan terutama oleh setiap SDM yang ada. Guru selain mampu mengajar juga harus mampu menguasai berbagai hal sesuai dengan kebutuhan zamannya. Ketiga, dana harus dikelola dengan baik. Dana tidak diperoleh hanya dari SPP akan tetapi bisa berkelanjutan lewat usaha baik dikelola pribadi maupun kerjasama, investasi dengan pihak lain. Keempat, menyampaikan ide karena setiap orang memiliki pemikiran yang khas. Setiap pemikiran tersebut tentu mahal harganya maka penting untuk diwadahi demi menguatkan lembaga.

Beberapa hal lain juga perlu diperhatikan dalam mengelola pendidikan yaitu bahwa masyarakat sebagai SDM artinya masyarakat pun bisa berperan aktif dalam kemajuan lembaga. Bayangkan jika lembaga dan masyarakat tidak akur alias berjarak pasti akan kesulitan dalam hal komunikasi. Jika komunikasi tidak terbangun dengan baik maka bisa bahaya alias mengancam eksistensi lembaga. Dalam hal menghadapi siswa juga tak boleh lupa untuk mempelajari ilmu jiwa. Ilmu ini disebut juga psikologi artinya setiap guru harus paham apa permasalahan dan potensi yang dimiliki oleh seorang siswa. Dengan mengetahui potensi siswa maka seorang guru akan mudah membersamai sekaligus mengarahkan mereka dalam mewadahi keinginannya.

Di sinilah pentingnya memperhatikan bahwa pendidikan harus terintegrasi. Integrasi di sini yaitu melibatkan siswa, guru, pengelola, orang tua dan masyarakat sebagai pemeran aktif. Mereka merupakan komponen dinamis yang dapat bekerjasama mewujudkan lembaga yang saling mutualisme. Harapannya jika hal itu telah terbangun maka tidak mustahil jika output lembaga pendidikan adalah sumber dayanya yang berkarakter.

the woks institute l rumah peradaban 29/6/21



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde