Langsung ke konten utama

Pendidikan Adalah Prioritas




Woks

Kita turut senang ketika membaca berita banyak artis dan publik figur yang menyelesaikan pendidikan di tengah kesibukanya. Tentu berita positif ini menjadi angin segar sekaligus menepis berita mayoritas bahwa kebanyakan artis dan publik figur isinya hanya kawin cerai. Tentu berita mengenai prestasi semacam ini perlu untuk di munculkan ke publik agar menjadi semacam motivasi rangsangan kepada masyarakat untuk terus menimba ilmu.

Tentu kalangan publik figur yang mengenyam pendidikan tinggi sudah banyak akan tetapi baru-baru ini boleh lah kita menyebut nama penyanyi cilik Tasya Kamila, Aktris & model Maudy Ayunda hingga politisi Eddie Baskoro Yudhoyono yang tak lain adalah putra SBY juga ada lainya yaitu Gita Gutawa, Vidi Aldiano dan Nyta Gina.

Nama Maudy Ayunda tentu yang kemarin santer dibicarakan pasalnya ia menyelesaikan studinya di Stanford University dengan dua gelar sekaligus pada jurusan Administrasi Bisnis dan Pendidikan. Ia juga sebelumnya sudah menyelesaikan di Oxford University jurusan Politic, Philosopy, and Economics.

Selanjutnya siapa yang tidak kenal Tasya Kamila, sosok penyanyi cilik itu menyelesaikan studi masternya di Columbia University Amerika Serikat jurusan Administrasi Publik lewat jalur LPDP. Hal ini tentu menginspirasi kita semua khususnya anak-anak penerima beasiswa. Walaupun sempat dibully karena Tasya pada akhirnya menjadi ibu rumah tangga, akan tetapi ia meyakinkan diri bahwa tidak salah orang mendidik anak dengan sekolah tinggi. Justru dengan berpengetahuan luas hal itu menjadi penekanan sekaligus keunggulan tersendiri. Tasya juga selalu mengingat pesan ayahnya bahwa pendidikan adalah prioritas atau lebih tepatnya selalu mengedepankan ilmu karena harta bisa saja habis tapi ilmu tak akan pernah habis.

Nama terakhir adalah Eddie Baskoro Yudhoyono, putra kedua SBY ini menyelesaikan studi doktoralnya pada jurusan Manajemen Bisnis Institut Pertanian Bogor. Sebelumnya Ibas juga menyelesaikan studinya di Curtin University Australia dan Nanyang Technological University Singapura. Ibas sapaan akrabnya dinyatakan lulus karena mampu menjawab pertanyaan penguji, tentu hal ini juga menjadi kebanggaan SBY sebagai ayah apalagi Ibas sudah ditinggal oleh ibu Ani sekitar satu tahun lalu. Namun demikian SBY sebagai ayah memberi suntikan motivasi kepada Ibas sebagai promovendus bahwa
kita harus terus bersyukur karena hidup adalah universitas abadi.

Dari rangkaian catatan tersebut tentu kita berpikir bahwa pendidikan itu bukan soal kampusnya atau gelar tingginya. Akan tetapi soal bagaimana keilmuan tersebut dapat bermanfaat. Dalam makna lain bisa mengubah arah pandang hidup menjadi hidup dan positif. Mereka para publik figur ingin menegaskan bahwa pengetahuan ternyata sangatlah penting karena lewat pendidikan itulah pelita bisa terus dinyalakan di tengah kegelapan. Harapan kita kedepan tentunya dapat terus berkarya membangun negeri sendiri.

the woks Institute l rumah peradaban 17/6/21



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde