Langsung ke konten utama

Tentang Skripsi dan Perjuangannya




Woks

Alhamdulillah sejak 28-30 Juni 2021 menjadi sejarah bagi tiga orang teman kami yang baru saja diwisuda. Perjalanan kuliah sampai wisuda tentu sangat perlu untuk disyukuri karena selama proses tersebut kita melewati banyak fase yang sulit hingga akhirnya terlampaui. Begitulah kiranya bahwa wisuda tidak dikenang sebagai simbol pemindahan kucir pada toga semata, melainkan proses mendarah-darah sejak kuliah, membuat skripsi, sidang, hingga akhirnya dinyatakan lulus.

Salah satu proses sebelum wisuda yang mesti harus dinikmati ialah ketika membuat skripsi. Kata Dr. Dede Nurrohman, M.Ag guru sekaligus pembina kami mengatakan bahwa justru skripsi lah yang nampak lebih esensial daripada seremonial wisuda. Skripsi justru menjadi sebuah fase yang di dalamnya banyak mengandung nilai ternyata jika dihayati sangat bermanfaat bagi kehidupan lebih lagi di era medsos.

Pak Dede memberikan pesan bahwa skripsi itu sejatinya ingin agar mahasiswa menjadi pribadi yang mandiri. Pribadi yang ulet dan terampil bisa dilihat saat membuat/menulis skripsi. Mahasiswa bisa dinilai sejauh mana kegigihannya dalam membuat laporan akhir kuliah tersebut. Di sinilah kata beliau ketrampilan dan semangat personal akan diuji. Rerata mahasiswa yang gagal ialah karena terlalu menyepelekan skripsi sehingga kuliah jadi molor dan tercecer. Coba jika dalam menulis skripsi mereka fokus dan serius pastilah semua akan lancar-lancar saja.

Dalam pengambilan data skripsi misalnya yaitu menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif seorang mahasiswa harus memahaminya. Dalam kuantitatif misalnya mahasiswa perlu untuk memahami uji reliabilitas dan diperdalam melaluinya triangulasi juga dalam kualitatif mereka juga harus paham tentang teknik partisipan yang melibatkan orang lain agar data semakin kuat. Selama ini mahasiswa mengira hahwa data dari wawancara awal adalah data primer padahal itu baru kulit saja. Seharusnya peneliti perlu untuk menggali data kembali istilahnya in depth interview.

Catatan bagi si peneliti juga perlu digarisbawahi yaitu bahwa skripsi bukan tentang banyaknya bimbingan kepada dosen melainkan banyak membaca buku, mengolah data, memahami, menulis yang baik, dan mampu mempresentasikan. Inilah pentingnya bahwa skripsi adalah cerminan diri di sisa-sisa hidup sebagai mahasiswa.

Agar seorang mahasiswa dapat lulus dengan baik Pak Dede memberi tips terutama ketika skripsi akan diujikan yaitu pahami isi skripsi, lalu merangkumnya poin penting, buat tabel atau peta konsep setelah itu seringlah latihan dalam berbicara menyampaikan gagasan.

Nilai filosofis yang terkandung dalam proses mengerjakan skripsi adalah bahwa penelitian itu penting dan harus jadi budaya. Penelitian sesungguhnya menjadikan seseorang semakin sadar, kritis dan mampu merespon problematika di sekitarnya. Ciri-ciri manusia maju ialah orang maju mau berpikir berdasarkan data. Jika setiap orang bicara berdasarkan data, ilmu pastilah ia ciri orang terpelajar. Jadi tidak asal ngawur saja dalam bicara. Jika sudah ngawur dalam bicara maka diam lebih baik. Lalu bagaimana caranya agar menjadi manusia yang berkarakter tentu seseorang harus banyak baca buku, mencermati fenomena sosial, dan sering berhati-hati dalam berbicara.

Terakhir dalam proses perjalanan membuat skripsi atau lebih umunya lagi kuliah tujuanya hanya satu yaitu mengembangkan keilmuan, mengembangkan diri untuk terus bermanfaat bagi sesama. خير النّاس انفعهم للنّاس

*Disampaikan dalam acara tasyakuran kelulusan Mar'isyam, S.H, Amalia Ahsani, S.Pd, dan Eva Rumyati, S.E di Ndalem Perumahan Sumbergempol 29/6/21.

the woks institute l rumah peradaban 30/6/21


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde