Langsung ke konten utama

KH. Musthofa Aqil Siradj : Mari Berkhidmah di NU


Sumber foto: Dakwah.nu.id


Woks

Kang Mus atau lebih dikenal dengan KH. Musthofa Aqil Siradj merupakan pengasuh Ponpes KHAS Kempek Cirebon, adik kandung ketua PBNU Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, serta menantu KH. Maemun Zubair. Beliau menjadi salah satu pembicara dalam acara Haul Emas 50 thn Al Maghfurllah KH. Wahab Chasbullah, inisiator, pendiri NU dan pahlawan Nasional.

Dalam ceramahnya Kang Mus menyampaikan bahwa dulu beliau pernah ikut dalam sebuah majelis yang di sana ada KH. Mahruf Ali (Lirboyo), KH. Wahib Wahab, KH. Fatah serta banyak lagi kiai lainya, Mbah KH. Maemun Zubair sering dawuh bahwa "jika tidak ada Kiai Wahab, tidak ada NU".

Perjuangan Kiai Wahab untuk NU diawal-awal sebelum disahkan secara organisasi terstruktur sangat luar biasa beliau sampai berjalan, naik sepeda onthel ke mana-mana dengan jarak berkilo-kilo meter hanya untuk bersyiar agama lewat NU.

Kata Kang Mus yang menceritakan dari Mbah Maemun bahwa di balik perjalanan Kiai Wahab itu ternyata beliau sedang membuat ruang, membuat tempat untuk anak cucu agar kelak dapat berjuang di sana. Maka tidak pas jika berniat menghidupi NU, justru melalui NU lah kita hidup.

Perjuangan dan pengorbanan Kiai Wahab dalam hal pikiran, material memang luar biasa tapi beliau adalah orang yang mutawadhi bahkan ketika akan diberi gelar rais akbar NU, beliau tidak mau. Katanya lebih baik gurunya saja dan memang pantas yaitu Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy'ari.

Sejak dulu yang ditanamkan Mbah Wahab adalah perjuangan dan tawadhu. Selain seorang yang alim, kaya beliau juga jadug (sakti) dan pastinya ahli tirakat. Bisa dibayangkan bagaimana riyadlohnya Mbah Wahab ketika mampu melobi kerajaan Arab melalui Komite Hijaz agar mengurungkan untuk membongkar maqbaroh Nabi Muhammad ï·º.

Yang sangat menonjol dari Mbah Wahab tentu beliau adalah sosok yang Nasionalis. Terbukti dalam lagu Yalal Wathan termaktub kata negeri bukan NU, pesantren atau santri.
ÙƒُÙ„ُّ Ù…َÙ†ْ ÙŠَØ£ْتِÙŠْÙƒَ ÙŠَÙˆْماَ *
Ø·َامِحاً ÙŠَÙ„ْÙ‚َ Ø­ِماَÙ…ًا
Inilah yang dicontohkan oleh Mbah Wahab bahwa beliau memikirkan kepentingan bangsa. Sehingga jika ada yang berani mengusik bangsa Indonesia, maka Mbah Wahab pasang badan untuk terus mempertahankan keutuhannya.

Persoalan NU sebagai wadah para ulama dan santri memang sepertinya para ulama meniru Kanjeng Nabi. Kita tahu Nabi Muhammad ﷺ memperoleh wahyu dalam dua warna, pertama wahyu nubuwwah dan wahyu risalah. Wahyu nubuwwah itulah tepatnya Allah membekali Nabi dengan ilmu di gua hira dengan اقرا serta risalahnya yaitu dengan ajaran Islam melalui tabligh.
Tidak salah jika NU memang organisasi para ulama pewaris Nabi melalui sahabatnya. Dulu Nabi pernah dawuh jika beliau sudah tiada umat cukup mengambil ilmu lewat sahabatnya, karena sahabatnya adalah orang-orang yang mumpuni keilmuanya. Inilah yang dalam konteks pendidikan menjadi role model keberhasilan Rasulullah dalam mendidik sahabatnya. Hal itulah yang ditiru para kiai di mana mereka menancapkan maiyah (kebersamaan) selama 24 jam, melihat laku kiai, pesantren sebagai tempat belajar dan lainya. Maiyah itulah yang menjadikan seorang santri terus bersambung dengan guru-gurunya.

Dalam konteks dakwah kita harus menggunakan metode rubbubiyah seperti halnya Nabi Muhammad ï·º diberi rahmat oleh Allah swt menjadi rahmat bagi semesta alam. Mengapa dalam menyampaikan dakwah di awal bukan langsung kepada Allah secara aspek uluhiyyah? karena kita bisa lihat di kala Nabi Muhammad dibekali Qur'an surah al Alaq, al Mudatsir, al Muzammil semuanya menggunakan term rabb bukan Allah. Tujuan lainya agar tidak timbul dikotomi muslim, kafir, baik, buruk, surga neraka. Intinya semua mahluk itu sama-sama memiliki daya kekurangan dan kelebihan.

Terakhir beliau bercerita dari Gus Mujib Ridwan bahwa dulu ketika abahnya Al Maghfurllah KH. Ridwan Abdullah diperintah para kiai untuk membuat lambang NU. Beliau tak henti-hentinya bertafakur kepada Allah, berdzikir, baca Qur'an, shalawat, istikarah memohon dibukakan pintu kemudahan, hingga akhirnya di malam itu beliau melihat gambar bola jagat tidak hilang sampai terbit fajar. Baru setelah itu beliau sowan kepada Mbah Hasyim Asy'ari dan menceritakan bahwa lambang NU adalah bola jagat. Itu artinya NU harus menjadi organisasi yang mengayomi orang sejagat, menjadi organisasi yang membuat adem banyak orang percis seperti apa yang telah dicontohkan Nabi kepada para sahabatnya melalui maiyah (kebersamaan).

the woks institute l rumah peradaban 24/6/21




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde