Langsung ke konten utama

Sebuah Penegasan: Mengapa Kita Perlu Menulis




Woks

Beberapa kali saya didesak untuk memaparkan mengapa atau apa alasan agar seseorang menulis. Saat menjawab pertanyaan tersebut saya kadang berpikir untuk menyerahkan jawabannya ke masing-masing individu sebab setiap orang memiliki persepsinya masing-masing. Tidak semua orang memiliki minat, hobi atau passion menulis. Lebih jauh dari itu bahwa kesadaran menulis belum seutuhnya direngkuh.

Sebagai seorang penulis amatir tentu saya menjawab pentingnya menulis setidaknya dengan 5 hal yang disebut "pancatulis". Lima hal yang mengharuskan kita menulis yaitu bahwa menulis adalah kebutuhan, menulis adalah hobi, menulis adalah merawat pikiran, menulis adalah berbagi dan menulis adalah jalan kehidupan.

Pertama, menulis adalah kebutuhan. Sebagaimana kebutuhan sehari makan, minum, pakaian dan lainya merupakan hal yang vital. Sehingga bagaimana keadaannya kebutuhan akan terus diupayakan untuk terpenuhi. Begitu juga dengan menulis jika seseorang telah sadar bahwa menulis telah menjadi kebutuhan maka dalam keadaan atau kondisi apapun menulis akan diupayakan. Menulis tidak melulu soal yang berat, berbobot, ilmiah tapi bisa menuliskan sesuatu yang sederhana di kehidupan kita sehari-hari. Setidaknya tulisan tersebut mengandung unsur; informatif, edukatif dan pesan moral. Jika menulis telah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi maka jika tidak menulis rasanya seperti bersalah. Sehingga bagaimana pun caranya kita bisa berdaya, belajar, dan akan terus memperkaya diri lewat menulis. Karena lagi-lagi menulis telah menjadi bagian terpenting dalam kehidupan yang singkat ini.

Kedua, menulis adalah hobi. Kita tahu tidak semua orang punya hobi menulis. Kita juga sadar tidak bisa memaksakan agar orang lain segera menulis. Jika bukan karena dorongan hobi maka menulis akan jadi beban. Memang seharusnya menulis adalah bagian dari hobi sehingga saat melakukannya seseorang tidak merasa jadi beban justru malah sebaliknya, enjoy dan damai. Kita perlu tahu bahwa ada sebagian kelompok atau individu yang berkarier lewat jalan hobi, misalnya dari hobi memelihara kelinci tiba-tiba seiring berjalanya waktu orang tersebut malah jadi peternaknya. Ada juga orang yang hobi koleksi barang antik lama kelamaan ia menjadi kolektor sekaligus menjual barang-barang yang serupa. Satu lagi ada juga yang hobi buat status panjang di FB lalu ada orang lain baca dan begitu menikmati tulisan tersebut. Hingga akhirnya tulisan yang bergenre cerbung itu pada waktunya dibukukan menjadi sebuah novel. Bayangkan kita bisa kerja lewat jalan hobi tentu akan terasa senang dan nyaman karena tidak merasa seperti kerja.

Ketiga, menulis adalah merawat pikiran. Alasan selanjutnya mengapa kita perlu menulis sepertinya sudah mulai tampak prinsipil. Karena pikiran sebagai nikmat terbesar dari Tuhan tersebut sangat disayangkan terbengkalai jika tidak digunakan. Justru lewat jalan pikiranlah kita dapat menuliskan hal-hal yang bermacam-macam seperti gagasan, pengetahun, informasi, ilmu, inspirasi, imajinasi dan lainya. Karena manusia mudah lupa maka menulis adalah alternatifnya. Seperti kata Sayyidina Ali bahwa ilmu ibarat binatang buruan maka cara mengikatnya adalah dengan menulis.

Keempat, menulis adalah berbagi. Salah satu hal paling praktis untuk berbagi adalah dengan tulisan. Tulisan hasil dari menghimpun kata yang selama ini kita lakukan bisa sangat mungkin jadi bagian penting bagi orang lain. Apalagi jika sudah menjadi buku tulisan pastinya akan bermanfaat. Salah seorang ulama pernah berpendapat bahwa menulis adalah upaya untuk menzakati pikiran. Sehingga berbagi tidak harus berupa uang tapi tulisan yang kaya akan pengetahun akan jadi ilmu bagi pembacanya. Berbagi itulah yang menjadi alasan mengapa sarjana semakin tinggi ilmunya maka harus berkontribusi salah satunya lewat tulisan.

Kelima, menulis adalah jalan kehidupan. Beberapa orang mengatakan bahwa menulis adalah salah satu cara menelusuri jalan sunyi. Jalan menulis itulah yang sejatinya tengah menunjukkan kepada cahaya petunjuk. Saat itu orang-orang akan merasa bodoh dan terus ingin belajar. Lewat menulislah mereka terus memperbaiki diri dengan banyak membaca dan menggali informasi. Kehidupan memang tengah menyuguhkan banyak hal untuk ditulis. Seperti halnya hobi jika kita serius ke arah itu maka bisa saja menulis adalah jalan pembuka rezeki. M. Husnaini mengutip pendapat Cak Nun menuliskan pesan bahwa "carilah bidang mu sendiri kemudian tekuni apa yang kamu sukai, sampai kamu jadi ahli maka uang akan datang sendiri". Seperti itulah kehidupan yang dalam falsafah Jawa jalmo tan keno kiniro, artinya kehidupan seseorang tidak bisa ditebak. Bisa sangat mungkin jika menulis menjadi jalan kehidupan.

the woks institute l rumah peradaban 20/6/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde