Woks
Dalam acara khataman Yanbu'a ke-10 Ponpes Al Azhaar Tulungagung mengundang KH. Ahmad Mudhofar pengasuh Ponpes Tahfidzul Qur'an Al Husna Mayong Jepara untuk mengisi mauidhoh hasanah. Adapun isi dari mauidhoh hasanah beliau beberapa saya tangkap di antaranya sebagai berikut.
Pertama, beliau menjelaskan kepada jamaah bahwa ada 3 hal yang menjadi amalan orang yang menjadi penduduk surga. Amalan tersebut yaitu salam, salaman, dan silaturahmi. Salam bagi orang yang memulai hukumnya sunnah sedangkan bagi yang menjawab ialah wajib. Salam akan menjadi tanda baik di dunia maupun akhirat sebagai bukti ia seorang mukmin. Salam memang nampak sederhana bahkan cenderung diremehkan padahal di dalam salam ada arti mendalam untuk saling mendoakan.
Lalu salaman yaitu bertemunya sesama baik saudara ataupun bukan saudara untuk berjabat tangan. Biasanya orang yang suka salaman yaitu orang yang suka shalat berjamaah. Berjabat tangan sesungguhnya mengajarkan kita arti persaudaraan. Selain itu kata ahli kasf salaman bisa merontokkan noda dan dosa. Selanjutnya ini yang juga diijazahkan dari al Habib Saggaf Parung al Asriyah bahwa jika ingin anaknya bermanfaat ilmunya maka saat di dalam kandungan seringlah berkunjung kepada orang shaleh untuk memintakan doa. Selain itu kita juga tahu bahwa ajaran silaturahmi akan memperpanjang usia.
Kedua, beliau menjelaskan jika para santri ingin berhasil dalam belajarnya maka seringlah tirakat dalam istilah beliau "ra wani tirakat ra kuat derajat". Tirakat itu banyak macamnya salah satunya yaitu mengurangi makan. Kata beliau zuhud terendah adalah tak terkesan dengan makanan. Maka jika masih ada orang yang hanya sibuk berebut makanan berarti orang tersebut masih anak-anak.
Ketiga, orang tua tidak usah khawatir jika memondokan anaknya, karena soal rezeki sudah digariskan oleh Allah. Tinggal bagaimana orang tua apakah masih meyakini Allah yang maha kaya atau tidak. Beliau lantas bercerita banyak hal di antaranya mengenai setoran kepada langit
atau istilahnya "nyogrok langit" dengan amalan shalat hajat. Shalat itu juga yang diamalkan oleh para assatidz yaitu dengan shalat 100 rakaat setiap hari Jum'at. Dengan amaliah tersebut alhamdulillah kini keadaan pesantren beliau terus berkembang pesat.
Selain rezeki jika anak kita ingin berhasil dalam belajarnya maka orang tua pun juga harus belajar minimal satu bulan sekali bisa hadir di pondok untuk rawuh di majelis ilmu. Insyaallah dengan begitu anak dan orang tua akan terus bersambung koneksi batinya dengan seorang guru. Maka tidak salah jika sudah berani memondokan anak harus berani pula untuk pasrah kepada guru. Hal itu seperti kisah Syeikh Abdul Qadir Jaelani yang memberi makan sisa santrinya akan tetapi ia ridho dan menjadikan keberkahan atas ilmunya.
Beliau juga berkisah saat membangun pondok pertama. Dulu ketika beliau menikah dan tidak mempunyai apa-apa akhirnya beliau berjualan di salah satu kios yang ada di pasar. Singkat cerita dalam kekurangan itu beliau kedatangan santri sekitar 5-6 orang untuk mengaji. Akhirnya beliau malah berpikir untuk berkhidmah kepada ilmu dan malah mengaji sedangkan kios tersebut beliau jual. Lalu cerita berlanjut yaitu ketika akan memiliki anak yang kedua padahal beliau sudah menjual kiosnya dan bahkan sudah "ngopeni santri". Saat akan melahirkan keadaan ekonomi sangatlah terpuruk hingga suatu saat beliau yakin kepada Allah akan sebuah pertolongan.
Singkatnya sang anak kedua lahir dan orang tilik (jagong bayi) banyak orang yang berkunjung ke rumah beliau dan jumlahnya di luar dugaan. Ternyata orang yang tilik itu justru banyak memberi amplop berisi uang yang diselipkan di bawah wadah makanan seperti kaleng dan piring. Ketika beliau hitung uang itu ternyata bisa untuk modal dan pengembangan pesantren.
Keempat, jika nanti punya anak jangan jadikan anak abdud dunya atau abdud maal. Artinya jika sang anak dalam masa pendidikan jangan sampai orientasi ketika lulus nanti adalah sebuah posisi alias jabatan. Belajar yang demi ilmu dan meraih ridho Allah dengan itu saja sudah lebih tinggi dari apapun. Jika kita meyakini dengan segenap kesucian hati maka pasti Allah akan menata hidup kita, apalagi kita hidup bersama al Qur'an. Lalu jika kita mengelola sebuah lembaga pendidikan ikhlaslah. Serahkan semuanya hanya kepada Allah, terus jika ada yang masih syirik (orang iri) itu tanda agar kita terus kembali kepadaNya.
Kelima, teruslah melambungkan rasa syukur atas segala nikmat yang Allah berikan salah satunya anak yang belajar dan menghafalkan Qur'an. Jangan sampai dengan segenap nikmat yang banyak ini kita justru malah menjauh dariNya. Hal itu seperti sebuah perumpamaan orang dilempar yang enak (uang) tidak menoleh tapi ketika dilempar batu dia langsung menoleh. Itu artinya bahwa jangan sampai kita menunggu dilempar batu alias terkena masibah baru menoleh kepada Allah. Justru sejak awal sebelum batu itu dilempar oleh Allah kitalah yang terus berusaha menghadap kepadanya.
the woks Institute l rumah peradaban 31/5/21
mantaf mas Woks
BalasHapusMatursuwun Pak Syam
HapusMantabbb bang, luarbiasa....
BalasHapus