Woks
Saya punya tetangga selama ramadhan ini baiknya minta ampun bahkan di luar ramadhan pun sikap memberi beliau tidak luntur. Tangan beliau seperti kapas sangat ringan sekali jika ada sesuatu hal yang bisa diberi maka diserahkan lah semua. Hingga akhirnya saya pun penasaran dan mencoba bertanya kepada beliau apa motivasi di balik ringan tangannya itu.
Ternyata jawaban beliau unik. Pertama, memberi itu tidak melihat waktu atau suasana, baik itu ramadhan atau tidak jika niat memberi ya memberi saja. Kedua, memberi itu jangan melihat ada atau berapa nilai pahalanya, jika niat memberi hanya karena sebuah nilai berarti pemberian kita masih berlabel amatiran. Ketiga, memberilah karena kita memang butuh artinya memberi itu bukan karena orang lain butuh melainkan kitalah yang sejatinya butuh. Bukankah memberi itu bukan hilang atau habis melainkan terus bertambahnya kebaikan. Keempat, memberilah saat kita kekurangan. Bukankah agama Islam mengajarkan yang demikian bahwa saat kita kurang dan mampu berbagi di sanalah letak keistimewaan hidup.
Kita pasti tahu jika memberi menunggu mapan atau kecukupan yakinlah pada akhirnya niat memberi itu tak akan terjadi. Karena kita pasti akan memiliki tendensi untuk sayang, eman, nanti saja, kapan lagi juga bisa dan segenap alasan lainya. Kelima, memberi semata-mata hanya ingin mengharap ridho Allah karena kita berbuat baik kepada sesama mahluknya.
Perlu diingat bahwa memberi itu harus yang terbaik. Kalau bisa berilah sesuatu jangan yang sisa melainkan yang utama. Kita mungkin sering melihat raut wajah orang yang sering memberi itu sangat sejuk sumringah. Hidup mereka terasa tertata termasuk tidak peduli akan sesuatu hal yang menumpuk. Orang yang memberi itu ibarat pepohonan yang terus memproduksi menebar kebaikan. Mereka tau bahwa di balik pemberian pasti terselip hikmah. Tidak salah jika orang yang ringan tangan hidupnya terasa sehat tapi orang yang bakhil, pelit, kikir, buntut kasir hidupnya cenderung sempit dan pastinya berpenyakit.
Jika kita tahu dalam prinsip zakat itu adalah pembersihan harta. Bahwa ada 2,5 persenya harta yang kita peroleh adalah milik orang lain maka pantaslah Islam menyediakan ritual penyucian jiwa lewat harta itu. Orang yang diberi tentu kita tahu pasti akan berterima kasih atas pemberian kita dan di sana kata Imam Ghazali akan adanya cahaya. Syeikh Abdul Qadir Jailani bahkan menganalogikan bahwa makanan yang diberikan kepada tetangga kelaparan sangat lebih baik dan akan jadi cahaya kita kelak diakhirat. Sementara Maulana Rumi sering sekali berpesan bahwa musik yang haram itu adalah bertemunya sendok atau garpu sedang tetangganya dalam keadaan kelaparan. Maka dari itu pentinglah kita sudah memberi, mendermakan sebagian harta kita.
Ajarilah anak-anak kita suka memberi sejak dini. Pelajaran itu bukan berarti kita sok mampu melainkan sama-sama saling merasakan jika pada suatu saat kita di posisi yang sama. Jika kita tak mampu memberi dawuh Gus Baha cukuplah menjadi pribadi yang riang gembira. Dengan senyum dan wajah yang sumringah toh itupun dicatat sebagai sedekah. Sudah memberi apa kita selama ramadhan ini?
the woks Institute l rumah peradaban 4/5/21
Komentar
Posting Komentar