Langsung ke konten utama

Menjadi Motivator Dadakan




Woks

"Seperti dendam rindu harus dibayar tuntas" begitu kata Eka Kurniawan yang mungkin ada di benak kawan saya Mas Anggi. Dia menunggu saya sekitar 3 tahun lalu untuk sekedar singgah di rumahnya dan akhirnya penantian panjang itu terwujud. Kemarin sore saat agenda ba'dan alias halal bi halal saya berkesempatan mengunjungi rumahnya. Dengan senyum sumringah Mas Anggi menyambut kedatangan saya dan Mas Amir begitu hangat. Padahal saya ini bukan siapa-siapa tapi entah bagaimana Mas Anggi nampak senang saat kami di sana.

Singkat cerita saat perbincangan hangat itu waktu magrib telah tiba dan kami segera beranjak pulang. Akan tetapi saat kami bangun dan berpamitan, Mas Anggi menghadang kami untuk memberikan sepatah dua patah kata guna memberi support dan motivasi untuk rekan-rekanita PR IPNU-IPPNU Jeli. Saya sedikit kaget apa yang akan disampaikan terkait penguatakan organisasi pelajar tersebut. Tanpa pikir panjang saya pun memberikan sebuah kalam sederhana berisi 3 butir pesan yang semoga saja bermanfaat.

Pertama, jangan lupa di manapun dan apapun organisasinya hiduplah sebagai manusia pemungut pengalaman. Karena dengan pengalaman kita punya riwayat belajar agar selalu dinamis menghadapi setiap tantangan. Masa depan dituntut untuk kreatif dan inovatif maka dari itu pengalaman adalah guru terbaik untuk bercermin dan berpijak. Tanpa pengalaman segala langkah kita akan terasa hampa.

Kedua, selalulah bersatu padu dalam sebuah organisasi karena ia ibarat satu batang tubuh di mana jika yang lain sakit maka ia akan merasakan hal yang sama. Kata Mbah Wahab Chasbullah tidak ada obat mujarab selain persatuan, karena dengan bersatu kita tak bisa dipecah belah. Dalam berorganisasi kita tentu menghargai perbedaan akan tetapi kita bisa bersatu karena ada ikatan visi, misi, sahabat dan kekeluargaan. Selain itu memperkaya jaringan pertemanan adalah kunci mewarnai organisasi. Karena kita tahu bahwa teman adalah aset berharga dalam hidup. Tanpa teman hidup terasa tak penuh warna.

Ketiga, saya mengutip pesan keren dari Napoleon Hill bahwa seharusnya emas lebih banyak digali dari alam pikiran daripada perut bumi. Hal itu menandakan bahwa organisasi pelajar ya harus maksimal dalam belajar mewadahi pikiran. Sangat disayangkan jika organisasi hanya sebagai sebuah permainan. Justru belajarlah sambil bermain seperti halnya anak TK. Betapapun kita berbeda soal strata pendidikan yang jelas persatuan kita adalah sebagai santri/siswa. Maka tak salah jika Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki dawuh " Maa Zilta Thaliban" bahwa selamanya kita adalah seorang santri. Sehingga belajar dan mewadahi pemikiran adalah hal yang sangat berharga. Emas di dalam perut bumi tak akan ada artinya apa-apa jika dibandingkan dengan hasil dari buah pemikiran. Karena berpikir tanda bahwa kita terus hidup. Sama halnya belajar, sampai kapanpun jika kita merasa puas dan berhenti belajar saat itu juga kita telah mati.

Begitulah kiranya pidato singkat saya di depan rekan-rekan hingga akhirnya kami pun berpisah di tengah kesunyian. Semoga saja saya bisa main lagi ke rumah Mas Anggi dan harapan besarnya rekan-rekan IPNU-IPPNU tersebut semakin semangat dalam menghidupkan api peradaban lewat organisasi pelajar NU tersebut. Salam Berjuta.

the woks Institute l rumah peradaban 19/5/21

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde