Langsung ke konten utama

Komunikasi




Woks

Komunikasi adalah suatu cara hubungan untuk dapat dimengerti dan dipahami. Hubungan ini sudah terlampau purba sejak zaman asali. Berbagai peradaban pun telah melewati dengan cara komunikasi yang beragam. Bahkan agar dapat dimengerti mahluknya Tuhan pun berkomunikasi lewat firman, utusan dan kekasih-kekasihnya. Komunikasi memang sangat penting sehingga kita berpikir jauh bahwa hidup tanpa Komunikasi adalah hampa, bisu membisu.

Komunikasi ada yang biasa dan ada yang liar biasa. Komunikasi biasa mungkin sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti diskusi, percakapan, ngobrol, hingga idyarat dan lainya. Medianya bisa lewat telpon, media sosial, media cetak tulisan hingga komunikasi lewat kata sandi. Sedangkan komunikasi tingkat tinggi yaitu cara memahami sesuatu yang tidak setiap orang paham. Komunikasi yang satu ini hanya bisa dipahami oleh mereka yang hatinya bersih, suci, terfutuh, mendapat hidayah inayah, dan wali-waliNya. Para kekasih Allah swt memang diberi keistimewaan berupa mampu berkomunikasi denganNya sedangkan komunikasi dengan mahlukNya sama seperti umumnya. Soal komunikasi kedua inilah orang awam perlu belajar lebih jauh karena kriteria wali akan diketahui oleh sesama wali, la ya'rifu wali illa wali.

Yang perlu menjadi catatan yaitu mengapa satu komunikasi sedangkan aplikasi nya berbeda. Hal itu terjadi karena multitafsir dan kesalahan persepsi. Multitafsir adalah bagian dari perbedaan yang nilainya adalah rahmat. Sedangkan kesalahan persepsi atau bahkan fallacy adalah karena dorongan ego dan nafsu yang mendominasi. Sehingga komunikasi tidak berjalan harmonis justru malah terjadi chaos di sana-sini.

Seharusnya setiap manusia senantiasa memahami segala macam bahasa komunikasi agar satu dengan lain salin memahami. Terbukalah dengan hal-hal baru dengan pandangan luwes dan kasih sayang. Seringlah membuka ruang berpikir dan dialog agar tindakan tidak asal-asalan. Hidup punya pranata yang harus dipegang erat yaitu tradisi budaya kearifan. Serta pedoman umat sepanjang zaman yaitu al Qur'an. Jika kita ingin berkomunikasi dengan manusia bacalah sabda nabiNya, jika kita ingin berkomunikasi dengan Tuhan bacalah kitab sucinya. Sungguh hidup ini sebenarnya luas dan memberi ruang kita untuk berinteraksi. Jadi jika kita masih ngotot dalam ruang merasa benar sejatinya kita telah salah. Justru komunikasi lah ruang kita introspeksi serta menjadi tempat di mana kita berpijak. Jangan-jangan apa yang kita yakini benar adalah kebenaran semu versi nafsu. Maka dari itu laiknya kita pegang teguh pesan ulama bahwa kedewasaan dan kematangan beragama adalah ciri keberhasilan dalam berkomunikasi baik dengan Tuhanya dan sesama mahlukNya.

Jika kita ingin berkomunikasi dengan manusia bacalah sabda nabiNya, jika kita ingin berkomunikasi dengan Tuhan bacalah kitab suciNya.

the woks Institute l rumah peradaban 6/5/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde