Langsung ke konten utama

Menyelam Ke Dasar Samudera Jiwa





Woks

Seseorang pejalan sepertinya tengah kebingungan. Ia berjalan mondar-mandir entah kemana tujuanya. Sudah berapa kilo ia melewati panjangnya jalan tanpa pernah menemukan arah. Semua arah telah ia tuju tapi tak ada satupun ujung yang membuatnya berhenti. Manusia ini memang tengah kehilangan arah seperti ketika Al Ghazali merasa ada yang belum ia temukan termasuk ketika Nabiyullah Ibrahim as dalam pencarian Tuhanya.

Akhirnya angin masih terus berhembus lalu hilang di tengah ngarai lantas malam pun menyambut dengan sendu. Sang pejalan itu nampak begitu lusuh dan lemah entah sudah berapa hari makanan tak menjamah perutnya. Wajahnya terasa pucat dan bola matanya begitu nampak sayu. Sekilas masalahnya bukan soal fisik tapi bisa jadi dalam batinnya. Ia mungkin tampak lemah tapi bisa sangat mungkin batinnya keropos, terombang-ambing tak tau jalan.

Lalu dengan sisi-sisa tenaganya ia masih bisa meraih air wudhu. Ia benamkan kepalanya ke dalam air yang saat itu terasa lebih dingin. Lalu ia masuk ke dalam sebuah mushola tua yang tak terawat. Ketika kaki melangkah dan ia masuk tetiba seorang kakek tua berjubah putih sedang asyik dalam dzikirnya. Entah apa yang harus ia lakukan apakah meminta izin untuk shalat atau ia menunaikan shalat terlebih dahulu.

Akhirnya ia pun duduk bersimpuh di belakang sang kakek dengan wajah yang menunduk tak tau arah. Sang kakek pun merasa ada yang datang lalu ia menghampiri seraya berkata, "ki sanak datang dari seberang jauh ke sini bahkan tak tau arah apa tujuanya?"

Pejalan itu membatin sebelum ia menjawab sepertinya sang kakek sudah tau maksud kedatangannya. Sebenarnya kakek itu bukan tujuan utama melainkan ia hanya kebetulan bertemu. Lalu pejalan itu menjawabnya, "saya tengah mencari sesuatu yang hilang dalam diri ini kek. Hidup saya terasa hampa dan kehilangan rasa. Entah bagaimana, saya terasa begitu kaku dalam menghadapi kehidupan ini. Hidup seperti terasa berat dan seperti dirundung masalah padahal semua seolah baik-baik saja."

Dengan senyum sederhana sang kakek pun menawarkan diri agar dapat membantunya apakah hal ini yang ia sedang cari. Akhirnya dalam percakapan panjang itu si pejalan meyakinkan diri untuk dibimbing sang kakek agar memberinya jalan keluar. Singkat cerita sang pejalan itu ditunjukkan sebuah foto lalu ia diperintahkan memandangi foto tersebut lantas bertegur salam serta memberikan fatihah. Entah dalam hitungan menit dunia terasa semakin hangat bahkan panas. Setelah itu juga ia berhenti sejenak. Tanpa bertanya pada sang kakek akhirnya ia hanya terdiam dan menjelaskan sedikit tentang perasaannya.

Setelah itu disuruhnya ia berwudhu kembali lalu melakukan shalat seperti yang ia kehendaki dan tak lupa menghadiahkan fatihah untuk sosok di foto tadi sebanyak 7 kali. Setelah selesai shalat ia merasakan seperti ada hawa sejuk dan pastinya berbeda dengan yang pertama. Setelah itu kata sang kakek cobalah saat ini juga dihadapanya ia hadiahkan fatihah dengan memejamkan mata seraya bersalam kepada Nabi Muhammad, malaikat muqorrobin dan sosok di foto tadi.

Singkat dalam beberapa menit banyak hal yang ia alami lantas si pejalan itu pun menceritakan pengalaman kepada sang kakek. Pertama, ketika mata tertutup di sana seperti ada ribuan semut yang menyuruh matanya tertutup semakin dalam termasuk ia terasa ada energi yang memaksanya untuk tersenyum. Kedua, sosok seperti dalam foto itu dengan tersenyum menunjuk dada tempat hati pejalan itu bersemayam. Ketiga, sosok tersebut lalu menekan kepala si pejalan hingga posisi sangat menunduk. Kepalanya pada saat itu terasa sangat berat bahkan ia berontakpun tak bisa. Termasuk ketika proses itu akan berakhir ia hampir tidak bisa membuka matanya. Akan tetapi sang kakek menepuk pundaknya dan akhirnya ia terbangun dengan linangan air mata.

Kata sang kakek, "sekarang kamu sudah paham kan apa maksud dari semua itu?" Si pejalan pun dengan lemah menganggukan kepalanya seraya ingin dijelaskan lebih mendalam. Akhirnya sang kakek pun menjelaskan kepadanya.

Pertama, bahwa engkau harus peka terhadap dirimu dan sekitarmu. Hal itu dibuktikan dengan pandanganmu yang mungkin bermasalah dan engkau disuruh untuk bersikap ramah dan baik ke setiap orang. Kau juga harus murah senyum karena senyum itu nampak kecil padahal ia bisa berdampak luar biasa. Jangan sampai ekspresi wajahmu terlihat angkuh. Tetaplah menebar senyuman bahwa engkau tengah berada dalam kondisi paling bersyukur.

Kedua, kau harus membersihkan hatimu dari segala noda baik yang kau perbuat sendiri atau karena ada faktor orang lain. Kau tahu bahwa hati adalah tempat di mana kebaikan dan keburukan bersemayam. Maka kau harus terus mengupayakan agar hal-hal yang positif dapat menyelimuti hidupmu. Hanya dengan bersihnya hati kau dapat hidup dengan lapang dan tenang. 

Ketiga, menunduk itu tanda bahwa selama ini kau selalu merasa di atas. Saat ini juga kau harus segera sadar untuk bersikap rendah hati kepada siapapun. Kau tidak boleh merasa diri di atas sehingga lupa kapan saatnya turun. Ingat bahwa Kanjeng Nabi Muhammad pun ketika beliau mencapai Mi'raj beliau langsung kembali menemui umatnya. Kau bukan nabi yang seharusnya lebih paham bahwa tempatmu adalah berbaur dengan masyarakat tanpa membeda-bedakan.

"Kau tahu siapa sosok yang menekanmu itu", kata sang kakek. Kau anggap itu sebagai sosok yang ada dalam foto itu keliru justru sebenarnya dia adalah dirimu sendiri. Dirimu yang sejatinya tengah membantu mengeluarkan masalahmu dan coba saja saat ini badanmu terasa ringan seperti tanpa beban. Sebenarnya kau bisa berkomunikasi dengan dirimu sendiri yaitu ketika kau merasa bermasalah segeralah bertaubat menyerahkan seluruh jiwamu kepada Nya. Maafkanlah segala macam kesalahan orang tuamu bahkan sampai kepada leluhur mu, karena bisa jadi segala macam tabiat burukmu berasal dari sana. Jangan lupa bacakanlah fatihah dan hadiahkan kepada kanjeng nabi, malaikat muqorrobin, orang tua dan gurumu termasuk yang ada dalam foto tersebut.

Ingatlah bahwa dirimu ibarat samudera sangatlah dalam. Kau harus belajar berenang untuk dapat menyelami dirimu sendiri. Maka tak salah jika para sufi sering berkata jika kau mampu menemui dirimu niscaya kau temui Tuhanmu. Semua hal perlu ilmu dan guru maka kau tidak bisa belajar menyelam sendiri. Kau masih perlu cermin untuk melihat segala kekuranganmu. Jika sudah demikian maukah kau terus dibimbing untuk dapat keluar dari segala macam yang membuatmu terbelenggu. Jangan buat samudera mu dangkal oleh dirimu sendiri karena banyak orang yang tragis hidupnya karena ulah dirinya sendiri. Bisa jadi ilmu, ego, pangkat atau jabatan justru merupakan faktor penghambat terbesar untuk kau melangkah. Segeralah sadar dan perbanyaklah bersyukur kepadaNya.

Si pejalan itu pun semakin tersedu menangis sedangkan si kakek sudah pergi hilang di telan pekatnya malam.

the woks Institute l rumah peradaban 26/5/21

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde