Langsung ke konten utama

Pesan Indah Anregurutta Dr. (HC) KH. Sanusi Baco Tentang Nikmat Allah swt




Woks

Alhamdulillah adalah kalimatun i'tiraf atau kalimat pengakuan bahwa kita sebagai seorang hamba mensyukuri nikmatnya yang tak terhingga. Nikmat Allah kita akui sangatlah besar dan luas. Nikmat yang setiap hari kita rasakan bahkan tanpa perlu membayarnya. KH. Sanusi Baco menyetir ayat 18 surah an Nahl.
وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

Yang artinya, "dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Kata KH. Sanusi Baco sampai detik ini belum ada organisasi atau alat canggih yang mampu menghitung nikmat Allah, jika pun ada maka bisa jadi alatnya rusak dan nikmat Allah masih terus berjalan. Salah satu nikmat yang perlu disyukuri adalah kepemimpinan dan kesehatan.

Kata beliau seorang pemimpin yang dicintai rakyatnya adalah nikmat dari Allah. Maka dari itu menjadi seorang pemimpin itu tidaklah mudah apalagi sampai mendapat predikat yang dicintai. Beliau sering mengetengahkan kisah sahabat karibnya yaitu Gus Dur. Gus Dur adalah contoh riil pemimpin yang dicintai rakyatnya sehingga saat kepulangannya ke hadapan Allah banyak orang yang sangat kehilangan. Salah satu ciri mengapa Gus Dur menjadi pemimpin dicintai karena ia jadi presiden dengan cara-cara yang berkeadaban.

Selanjutnya beliau menjelaskan betapa pentingnya kesehatan. Kesehatan adalah kekayaan yang tidak bisa dibeli dengan apapun. Kesehatan adalah nikmat yang tak terhingga. Kesehatan adalah harta berharga. Kesehatan adalah mahkota di atas kepala yang terlihat hanya oleh mereka yang sakit. Maka bersyukurlah selagi kita masih diberikan kesehatan. Dari sebuah kesehatan itulah kita bisa melakukan ibadah dengan tenang dan leluasa. Sedangkan saatnya sakit kita paling dekat dengan keluh kesah.

Terakhir beliau berpesan untuk jangan mati sebelum menjadi muslim yang baik. Lantas bagaimana ciri muslim yang baik itu tak lain mereka yang kehadirannya membawa ketentraman. Hal itulah yang ditekankan oleh baginda Nabi saw bahkan seorang muslim harus menjadi pelita yang menerangi sekelilingnya bukan malah sebaliknya menjadi keresahan masyarakat. Muslim sejati ialah mereka yang selalu bertakwa kepada Allah dan bersikap ramah kepada sesama. Jangan lupa ketika berbuat salah langsung bersegera meminta maaf dan saat diberi sesuatu haturkanlah terimakasih.

the woks Institute l rumah peradaban 28/5/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde