Langsung ke konten utama

Pesan Indah Anregurutta Dr. (HC) KH. Sanusi Baco Tentang Ibu




Woks

Alamul arham atau alam rahim hanya dimiliki oleh perempuan. Sehingga perempuan menjadi mahluk yang istimewa. Keistimewaan itulah sengaja Allah pilih kepada mereka kaum perempuan yang memang akan melahirkan seorang anak. Mengapa rahim perempuan dinamai dengan nama Allah "ar rahim" maha penyayang. Mengapa pula rahim perempuan tersebut diberi nama terlalu tinggi dan mulia.

Lantas tidak ada yang mampu menjawabnya kecuali perempuan itu sendiri. Maka jika engkau ingin melihat sebagian dari kasih sayangku kata Allah, lihatlah seorang ibu. Tidak ada kasih sayang di dunia yang melebihi kasih sayangnya seorang ibu. Ketika seorang bayi keluar ia membawa tali pusar dan itu tanda bahwa hubungan ruhani ibu selalu memancar. Tali pusar adalah kabel penghubung yang tak akan pernah putus sampai kapanpun.

Tali pusar menjadi tanda bahwa rasa kepekaan seorang ibu sudah di level tingkat tinggi. Hal itu bisa dibuktikan ketika seorang anak berjauhan dengan ibunya lalu ia sakit dan tanpa memberitahu, pasti seorang ibu sudah lebih dahulu merasakanya. Tali pusar juga menjadi kabel yang terus mengalir sebagai doa untuk anaknya dalam menghadapi kehidupan. Sejak dulu hingga kini doa ibu masih ampuh dan makbul bagi anak-anaknya.

Dalam sejarah lebih banyak anak yang melupakan ibunya daripada ibu yang melupakan anaknya. Lebih parah lagi saat ini banyak seorang anak yang menggugat ibunya karena satu kesalahan padahal seorang ibu tak sedikitpun mengungkit jasanya kepada seorang anak selama berpuluh-puluh tahun. Bisa jadi fenomena itu terjadi karena sang anak mencoba untuk memutus ikatan ruhani yang sudah terbangun sejak lama itu.

Maka dari itu selama ibu masih ada jagalah dia karena ibu adalah mutiara yang tak pernah habis dari kilaunya. Ibu adalah kalimat yang tak ada batasnya. Ibu adalah rumah teduh bagi setiap anaknya. Tuhan telah menghadirkan dan sekaligus memuliakanya. Tugas anak tak lain adalah memuliakanya. Jika hanya sekedar berkeinginan membahagiakannya sampai kapanpun jasa ibu tak akan terbalaskan. Jika ia telah tiada rasanya doa fatihah merupakan kiriman terbaik yang beliau tunggu dari anaknya yang sholeh. Berbahagialah kalian yang masih memiliki ibu, jangan sia-siakan keberadaan jimat ampuh itu.

the woks Institute l rumah peradaban 27/5/21


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde