Langsung ke konten utama

Barisan Patah Hati




Woko Utoro

Dulu ketika Buya Nurshamad Kamba (alm) berkunjung ke IAIN (sekaran UIN SATU TA) beliau pernah berkata pada kami bahwa salah satu cobaan anak muda adalah kasmaran dan patah hati. Tapi tidak usah khawatir ketika misalnya patah hati sering dialami. Kata beliau, "Tak usah risau patah hati adalah cara untuk mengerti rasa sakit". Buya Kamba juga mengutip petuah Rumi bahwa patah hati adalah kondisi di mana cahaya memasuki ruang hati mu.

Fenomena patah hati tak usah disesali. Justru patah hati disyukuri. Meminjam bahasa Lord Didi Kempot, patah hati mending dijogeti. Salah satu momen patah hati tentu tidak melulu soal penolakan, tapi juga kegagalan atau ketidakberuntungan. Tapi tetap tenang yang patah hati tak akan pernah sendiri. Soal penolakan misalnya, dulu sebelum diangkat jadi nabi, Rasullullah SAW pernah nembak alias mengungkapkan perasaan kepada perempuan bernama Ummu Hani. Dan di luar dugaan cinta Rasulullah SAW tersebut ditolak dengan alasan sudah dijodohkan. Bahkan ketika Ummu Hani menjanda Rasulullah SAW tak patah arah beliau nembak lagi, ternyata tetap saja perempuan yang masih saudara tersebut masih enggan menerima cinta nabi. Hingga akhir kisah Nabi Muhammad SAW menemukan Sayyidah Khadijah binti Khuwailid.

Begitulah kisah patah hati juga pernah dirasakan oleh manusia agung, panutan umat sejagat. Jadi intinya jangan merasa sendiri. Jangan berputus asa. Teruslah berusaha dan jangan takut untuk tetap jatuh cinta. Kata Habib Lutfi bin Yahya, tetap tenang bisa jadi patah hati adalah cara bahwa Allah SWT sedang membentuk mu. Boleh saja kita remuk berkeping-keping tapi suatu hari itu akan menguatkan. Bahwa yang patah tak akan mati. Bahwa yang patah pasti akan tumbuh lagi.

Terakhir tetap tenang dan husnudzan bahwa segala sesuatu pasti ada muaranya. Kita tengah dialirkan ke segala arah. Tentang patah hati adalah cara pendidikan. Tentang ketabahan dan keikhlasan. Kata Pram dunia itu sejak dulu ya begini-begini saja yang kaya itu tafsiran nya. Maka ketika kita mendapati kondisi patah hati lihatlah Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Beliau disiapkan untuk mendapatkan yang terbaik. Dan kita ingin berada di barisan beliau.[]

the woks institute l rumah peradaban 21/9/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde