Woko Utoro
Anda tahu mengapa kadang ada orang yang mudah tergores hatinya ketika mendengar lantunan nada atau lagu yang sendu. Bukan karena hati pernah tersakiti tapi lebih kepada hati yang lembut. Hati lembut itulah akan muncul ketika kondisi seseorang dalam keadaan tenang. Mereka benar-benar menikmati kondisi yang kini sedang dirasakan. Baik itu rasa yang tidak memihak maupun sebuah keberuntungan.
Kondisi demikian bisa kita lihat saat sesi akhir di majelis sholawat maupun konser musik perpisahan. Kondisi itu sengaja diciptakan agar audien atau jama'ah mengenali perasaannya. Misalnya Gus Ali Gondrong Mafia Sholawat menyebutnya proses manjing. Atau sebuah proses memasukkan cahaya ketuhanan lewat aliran lagu. Mafia biasanya memakai lagu yang disertai puisi Jawa. Sedangkan dalam pagelaran Maiyah Mbah Nun juga sering memasukkan syair Hasbunallah Wa Ni'mal Wakil dll. Di segmen akhir Ngaji ST, Gus Iqdam juga mengajak jama'ah nya untuk beristighfar seraya melantunkan syair i'tiraf Abu Nuwas dan Sholawat Burdah.
Semua metode manjing itu dalam psikologi sengaja dihadirkan agar jama'ah terketuk hatinya. Nah, di suasana hening itu kadang tak terasa air mata jatuh, tumpah membasahi pipi. Tanpa terasa kita seperti tak berdaya dan ingat dosa. Kondisi itu menurut psikolog Mihaly Csikszentmihalyi disebut flow atau kondisi di mana seseorang tengah terhanyut dalam satu aktivitas. Orang Islam kadang menyebutnya dengan istilah khusyuk. Di kondisi itulah kadang kita memang perlu hadirkan dan harus ada dalam kehidupan. Bagi dunia yang tak berpihak pada kita flow menjadi satu komposisi yang wajib kita racik sendiri. Sebab siapa yang mau peduli dengan kita selain diri ini. Mari menangis dan tertawa bersama ku.[]
the woks institute l rumah peradaban 24/9/24
Komentar
Posting Komentar