Woko Utoro
Suatu hari saya bertemu filsuf Altekos. Seorang filsuf berkacamata paling legendaris. Kami bertemu secara tidak sengaja. Maklum saja filsuf Altekos menjalani hidup yang sulit ditebak. Kadang ia mudah menghilang, datang, pergi sesuka hati.
Akan tetapi walau begitu tidak diragukan lagi petuah hidupnya melampaui zamannya. Filsuf yang berasal dari Prameozes itu sudah melewati banyak sesi kehidupan. Ia memang tak pernah alpa dari hiruk-pikuk kehidupan tapi memilih menepi mengasingkan diri. Kita tahu filsuf Altekos selalu mendalami ilmu teologi dan sains politik di studi club Palazakariozes.
Ohh iya filsuf Altekos ini tidak sezaman dengan Plato, Aristoteles atau Socrates. Ia juga bukan saudara Driyarkara, Karlina Supeli apalagi Yuval Noah Harari. Altekos ya tetap Altekos, ia legendaris di Galaka. Ia mengabdi secara sembunyi untuk negara yang dicintai.
Langsung saja ini adalah buah pikiran filsuf Altekos yang sempat saya catat dalam pertemuan singkat itu. Pertama, dalam segala hal hidup itu butuh modal. Termasuk soal asmara katanya, cinta itu bulshit. Cinta itu hanya transaksional. Bahkan mencintai Tuhan sekalipun kita masih berharap surga. Apalagi sekadar mencintai lawan jenis yang berharap kemapanan dan pengertian.
Kedua, hidup itu jangan terlalu polos. Karena di setiap tempat selalu tumbuh segala macam kepentingan. Jangan terlalu lugu karena bagi orang lain kita adalah macan yang kapan waktunya menerkam dan sebaliknya. Anda pasti tahu di mata sebuah kepentingan sahabat bisa jadi lawan. Di hadapan kepentingan semua sama, bermuka dua.
Ketiga, hidup itu harus berkesadaran bahwa kita tak punya apa-apa. Kesadaran itulah yang akan menuntun menjadi manusia mulia. Sebab dewasa ini terlampau banyak orang yang ingin menjadi apa dengan segala cara. Hingga akhirnya hidup tidak sehat dan mudah terperdaya. Hidup terlalu ambisius justru mudah terperosok. Yang enak itu hidup selalu mencoba jika ada kesempatan.
Keempat, syukuri apa yang telah diberikan Tuhan. Dalam bentuk apapun bersyukur itu wajib. Baik diberi nikmat enak ataupun dalam bentuk ujian semua pasti mengandung hikmah. Karena sejak dulu hingga kini rumus dunia itu sama. Untuk sukses orang perlu berawal dari bawah. Untuk menang orang perlu bersusah payah. Bahwa dalam kesulitan ada kemudahan. Bahkan setelah selesai ujian seseorang masih akan berhadapan dengan ujian lain.
Kelima, waspadalah terhadap dunia di mana dihuni oleh manusia materi. Manusia yang hanya mengikuti ambisi. Manusia yang hanya membuat kita iri terutama soal materi. Padahal hidup bernilai adalah ketika memiliki substansi, bermanfaat bagi sesama dan tidak menjadi benalu bagi orang lain. Hidup harus punya prinsip agar tetap kuat diterpa badai perubahan. Jangan goyah dan tetap fokus melangkah.[]
the woks institute l rumah peradaban 8/9/24
Komentar
Posting Komentar