Langsung ke konten utama

Mengapa Memilih Jurusan Tasawuf Psikoterapi? (Bagian 1)




Pod-Writes bersama Bang Woks (Cah Angon di the woks institute & alumni TP IAIN Tulungagung)

Jurnalis TWI: Halo Bang Woks, semoga kabar baik ya. Langsung saja aku dari TWI Bang, mau tanya mengapa sampean masuk ke jurusan Tasawuf Psikoterapi IAIN Tulungagung? boleh diceritakan Bang!

Bang Woks: Ohh iya, Alhamdulillah sehat selalu berkah, berkah, meriah. Oh jadi gini dulu itu sebelum saya masuk ke jurusan ini yang ada di benak pikiran saya itu hanya satu, jurusan ini begitu menarik dan ketika saya cari-cari dari sumber internet ataupun dari buku-buku yang lainnya, saya menemukan ada banyak tanda tanya yang harus saya jawab. Maka dari itu saya sangat berminat sekali masuk ke jurusan ini. Singkat cerita setelah di istikharahi dan juga melalui petuah petunjuk para guru akhirnya saya masuk di jurusan ini setidaknya karena dua hal: pertama, saya melihat harus ada kacamata yang terbuka agar kita bisa beranjak segera sadar untuk berkontribusi kepada masyarakat sekitar karena di daerah saya itu ada orang-orang yang terindikasi terkena gangguan jiwa atau stres mungkin dari jurusan ini saya bisa minimal membuka mindset masyarakat untuk dapat bersama-sama bersinergi jangan membuat stigma buruk. Kedua, tak lain adalah karena jurusan ini itu unik, karena saya itu berlatar belakang Pramuka dan saya suka tantangan maka jurusan ini adalah salah satu tantangan yang harus saya selami.

Jurnalis TWI: Secara garis besar jurusan Tasawuf Psikoterapi ini seperti apa sih Bang, atau gmana sejarahnya?

Bang Woks: Yang saya pahami jurusan TP ini adalah integrasi dari dua keilmuan yang serumpun yaitu sama-sama membincang dunia psikologi. Keilmuan psikologi sebagai yang Barat ketahui yaitu membahas tentang jiwa dan objek materiil sedangkan tasawuf mewakili keilmuan dari Timur yang membahas tentang hakikat qolb serta hal-hal lain yang bersifat esoteris. Jadi TP adalah keilmuan yang mempelajari tentang psikologi dengan dua kacamata perspektif tasawuf dan psikologi itu sendiri.

Sejarahnya secara singkat adalah berawal dari fenomena dunia yang kian hari mengalami kehampaan spiritual dan kecenderungan untuk cinta dunia secara berlebihan. Ditambah lagi banyak orang yang mengalami depresi, stres, tekanan batin, gangguan jiwa hingga bunuh diri hampir semua faktornya karena kesumpekan hidup. Sehingga darisanalah kajian tentang jiwa dan psikologi berkembang hingga terbersit untuk mengembangkan terapi berbasis sufistik. Terapi jenis ini adalah kolaborasi antara keilmuan umum mengenai mental, psikologi, kejiwaan dengan pendekatan spiritual.

Kalau untuk sejarah secara keseluruhan saya tidak tau banyak ya. Cuma yang saya tahu jurusan TP ini sudah ada sejak tahun 2009 akhir yang di Indonesia baru ada 3 yaitu di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, UIN Walisongo Semarang dan IAIN Tulungagung. Beberapa tokoh yang kita kenal yaitu Buya Nur Shamad Kamba dan Prof Amin Syukur. Tujuan pendiriannya hampir sama dan alhamdulilah saat ini jurusan TP sudah hampir ada di kampus-kampus PTKIN.

Jurnalis TWI: Lalu ketika sudah masuk kuliah apa saja sih yang dipelajari di jurusan tersebut?

Bang Woks: Pertama, secara umum kita baru beranda di depan pintu gerbang maka keilmuan seperti pendidikan Pancasila disuguhkan untuk membangun semangat Nasionalisme berbangsa bernegara. Lalu ada Filsafat Umum untuk membuka tabir berpikir, dan ada juga khazanah Islam secara umum lewat Metodologi Peradaban Islam, Sejarah, Ulumul Qur'an, Ulumul hadits tentunya tasawuf pembuka. Kedua, kita masuk digerbang awal yaitu belajar tentang sejarah tasawuf, ushul fiqh, hingga sejarah psikologi. Karena jurusan ini integrasi antara dua keilmuan maka tasawuf dan psikologi tak terpisahkan. Ketiga, sudah masuk rumah kita akan belajar tentang dunia psikologi (sejarah, macam aliran psikologi, fungsi, peran dll) mata kuliah seperti: psikologi faal, perkembangan, keluarga, sosial, neuroimunologi, kepribadian, diagnosa, psikodinamika, industri, konseling, hipnoterapi, klinis, mental, psikometri hingga psikologi agama akan kita jumpai di sini. Keempat, kita juga belajar tentang dunia tasawuf seperti melalui mata kuliah ilmu kalam, macam-macam ilmu tasawuf, tarekat dan suluk, filsafat mistisisme, hingga keilmuan terapan seperti herbalogi, terapi sufistik, konseling sufistik, tibbun nabawi, ESQ dan banyak lagi lainya. Kelima, yang penting adalah penelitian dan pengabdian. Point terakhir ini penting karena banyak mahasiswa yang gugur di akhir karena putus asa maka dari itu motivasilah sejak awal untuk menyelami jurusan ini.

Jurnalis TWI: Mantaps banget Bang Woks, lengkap. Ohh iya, lalu kita ndak naif ya bagaimana dengan prospek kerja ke depannya Bang?

Bang Woks: Wahh, untuk pertanyaan ini jawabanya ada di TPT (Tasawuf Psikoterapi Training), tapi boleh lah aku spoiler. Sebenarnya kita bisa masuk ke dunia kerja apapun seperti Guru Pendamping Khusus (GPK) dan luar biasa (LB), asisten di lab psikologi, penyuluh keagaaman dan sosial, BK, Tim Paliatif di RS atau lembaga kesehatan, tim di lembaga terapi & psikologi, trainer motivasi dan psikoterapi, konsultan keluarga/masyarakat, peneliti sosial dan bisa ke mana saja.

Jurnalis TWI: Terakhir Bang, bagaimana menjadi mahasiswa TP yang baik. Mungkin sampen punya tips n trik nya.

Bang Woks: Ini versi saya ya. Bagi saya menjadi mahasiswa apapun yang harus kita ingat dan camkan adalah:
  1. Niatkan semuanya karena Allah alias niat yang baik tidak karena pekerjaan atau jabatan tertentu. Sebab jika niat kita bukan karena Allah nanti mudah kecewa.
  2. Milikilah rasa ingin tahu terhadap ilmu. Karena dengan begitu kita akan terus merasa bodoh dan tak mengerti sehingga siapa dan di mana adalah guru dan tempat menimba ilmu.
  3. Jadilah mahasiswa yang berusaha mengamalkan tridarma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dengan jalan ini kita akan menjiwai dari mana kita berasal.
  4. Aktiflah di organisasi baik di internal kampus atau eksternal kampus. Jadikanlah organisasi sebagai bahan tambah kita berproses menempa diri. Lewat jalan itulah kita akan dapat hal-hal baru yang tidak didapati di bangku perkuliahan.
  5. Berani mengambil tindakan, jangan ambivalensi yaitu antara fokus kuliah, mondok atau kerja. Kita harus mampu menakar kemampuan diri. Banyak di antara kita yang gagal karena membagi waktu dan kehidupan dengan berbagai hal. Seharusnya kita bisa membedakan mana prioritas mana yang hanya sekadar sampingan.
  6. Jadilah manusia sosial yang saling membantu. Karena kita mahluk yang berserikat maka kehadiran orang lain sangatlah diperlukan guna menciptakan simbiosis mutualisme antar sesama.
  7. Seringlah berdiskusi alias mencoba mencari pengetahuan lain. Lewat jalan ini kita bisa mengasah sekaligus memperoleh pengetahuan baru.
  8. Seringlah bersilaturahmi karena dengan cara ini kita bisa sambung dengan ilmu. Ingat bahwa setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah.
  9. Hiduplah sederhana dan prihatin. Mengingat bahwa kita berawal dari bukan siapa-siapa maka setelah lulus pun kita bukan apa-apa. Maka lebih baik bersih, sederhana mengabdi.
  10. Perlu diingat bahwa out put pendidikan bukanlah kerja apa, di mana dan gajinya berapa tapi akhlakul karimah. Jika pun lulusan TP harus kerja dan hal itu sama dengan lainya setidaknya ada satu pembedanya yaitu kita tahu bagaimana caranya taqorrub kepada Allah swt. Lewat akhlak yang baik kita dapat menempuh kehidupan yang sesungguhnya. Maka dari itu harus mapan secara spiritual dan intelektual.

Jurnalis TWI: Terimakasih atas kesempatannya Bang Woks, matursuwun telah berbagi dengan kami semoga bermanfaat.


the woks institute l rumah peradaban 2/3/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde