Woks
Syeikhul Akbar Ibnu Arabi' pernah berkata bahwa siapa orangnya yang memiliki guru hanya dari orang yang hidup saja berarti ia belum mampu memahami dimensi hakikat. Pernyataan beliau begitu menarik untuk dipahami lebih jauh. Sebab selama ini kita hanya tahu bahwa guru adalah mereka yang masih hidup. Kalangan kaum esoteris mencoba menggali hal itu lewat jalan spiritualitas. Jalan di mana hanya segelintir orang saja yang mengikuti arus berbeda dari umumnya masyarakat.
Kita mungkin sering berpikir aneh dengan manusia modern di satu sisi mereka tidak percaya takhayul tapi di sisi yang lain mereka menyewa jasa paranormal untuk memuluskan hajatnya. Para pemuja sains dan teknologi misalnya mereka juga sering meminta para rahib berdoa merapalkan mantra dan doa untuk kelancaran penelitiannya. Lagi misalnya untuk memuluskan jabatan seseorang sering mendatangi kuburan si A, orang yang sedang membangun bangunan sering menanam sesaji, atau orang yang sedang hajatan menyalakan kemenyan agar tidak turun hujan dan lainya. Dunia telah modern justru masyarakat tidak menafikan kehadiran para pelaku spiritual. Bahkan hal-hal yang nampak abnormal akan dicari sebagai sesuatu yang normal supranatural apalagi saat ini kita hidup di era new normal. Era di mana katanya serba sulit dan paceklik kebutuhan yang berkepanjangan.
Para pegiat spiritual dalam masa selanjutnya akan yakin bahwa ada banyak hal yang ia belum ketahui di luar dirinya. Ada energi yang bisa diakses sebagai sebuah jalan di mana kita belajar tentang hal-hal di luar diri sendiri. Orang seperti Gus Dur misalnya saking sudah bersih hatinya selalu mudah untuk terkoneksi dengan para leluhur padahal mereka telah terpendam ratusan tahun silam dalam tanah. Gus Miek pun demikian, beliau sering merasa repot ketika selalu berinteraksi dengan manusia. Sehingga kadangkala menemui orang yang telah mati justru lebih menentramkan. Alasannya karena mereka sudah tidak memiliki kepentingan apapun selain telah kembali ke Allah rabbul izzah.
Berbeda dengan orang yang hidup, mereka memiliki seribu kepentingan. Sehingga belum tentu doa-doa dapat menembus langit. Kadangkala justru petuahnya mengandung unsur kepentingan dalam bentuk apapun. Padahal seperti halnya keshalehan tidak perlu ditonjolkan apalagi dikonversi menjadi hal yang materiil. Kita perlu mempelajari hal ini lebih jauh agar kita tahu bahwa orang hidup tidak boleh sombong.
Kalangan spiritualis selalu memandang bahwa manusia tidak hanya diatur oleh tubuh fisik semata melainkan harus ada makanan ruhani yang dipenuhi. Sesungguhnya makanan ruhani itu adalah bagian dari pengelolaan jiwa. Maka tak salah jika beberapa orang begitu asyik dalam mengamalkan aurad dzikir, ribath sebagai sarana bermeditasi, shalawat sebagai transformasi jiwa, hingga maqbarah sebagai media charge ruhaniyah.
Bayangkan saja berapa banyak orang mendatangi makam auliya hanya untuk berdoa kepada Allah melalui wasilah mereka para kekasih Tuhan. Mereka datang dari berbagai daerah dengan maksud dan tujuan bermacam-macam. Begitulah kiranya kondisi masyarakat kita yang masih meyakini bahwa para kekasih Tuhan itu tak pernah mati. Mereka selalu hidup bahkan memancarkan energi yang bisa menggerakan setiap orang. Kalangan akademisi pun tak bisa dipisahkan dengan hal-hal yang berbau mistis itu. Bahkan beberapa kali kita temui mereka rutin bermunajat di sekitar makam atau mendatangi orang pintar hanya demi memuluskan hajat misalnya tembus jurnal scopus atau terkait jabatan. Dari banyak hal yang kita temui di lapangan tentu masyarakat akan terus percaya bahwa ada energi yang bisa mereka rasakan sebagai sebuah jalan mengasah spiritual. Tujuan utama tak lain untuk mendekat kepada Allah swt.
the woks institute l rumah peradaban 19/3/21
Sarkub=Sarjana Kuburan
BalasHapusJenengan nopo termasuk alumnus sarkub pak hehe
Hapus