Langsung ke konten utama

Obituari: Prof Tasawuf Nan Produktif Itu Berpulang




Woks

Sejak pertama masuk kuliah di jurusan Tasawuf Psikoterapi (TP) IAIN Tulungagung setidaknya ada dua nama yang saya ingat sebagai guru besar bidang tasawuf pertama adalah Prof Dr KH Said Aqil Siradj dan kedua Prof Dr KH Amin Syukur. Nama kedualah yang nampaknya selalu disebut-sebut sebagai pendiri jurusan TP di Indonesia. Prof Amin begitu kami sering membincangnya pernah satu ada dua kali mengunjungi kampus IAIN Tulungagung untuk kunjungan atau mengisi seminar namun percisnya kapan saya tidak tau, saya hanya dapat info dari para alumni.

Yang selalu saya ingat dari Prof Amin adalah nama beliau yang begitu masyur di kalangan akademisi utamanya jurusan TP. Alasannya sederhana karena beliau orang yang sederhana lagi produktif. Tak tanggung-tanggung buku yang mayoritas bertema tasawuf seperti judul Tasawuf Sosial, Zuhud di Abad Modern, Tasawuf Kontekstual, Tasawuf Bagi Orang Awam, Studi Akhlak, Pengantar Studi Islam, Menggugat Tasawuf, Intelektualisme Tasawuf, Menata Hati Agar Disayang Illahi, Terapi Hati, Sufi Healing dan Dzikir Menyembuhkan Kankerku menghiasi hampir seisi rak perpustakaan kampus. Yang fenomenal tentu buku Terapi Hati ditulis bersama istri beliau Dra Hj Fathimah Usman M. Si dan Dzikir Menyembuhkan Kankerku merupakan buku pengalaman pribadi beliau ketika kanker menggerogoti tubuh hingga dinyatakan sembuh.

Prof Amin yang kelahiran Gresik, 17 Juli 1952 itu akan selalu saya kenang sebagai tokoh yang produktif sekaligus menginspirasi. Selain jasanya besar bagi jurusan TP beliau juga mencontohkan betapa pentingnya jurusan TP berdiri di PTKIN yang ada di Indonesia. Walaupun saya belum pernah bersua beliau akan tetapi melalui karyanya itu saya bisa belajar banyak dari orang yang mencintai ilmu seperti beliau. Mungkin tiga teman saya (Atiq, Anwar dan Defa) yang beruntung bisa bersua beliau ketika ada acara KOTA TERAPI atau Konsorsium Tasawuf Psikoterapi di UIN Walisongo Semarang dan kebetulan beliau didaulat sebagai salah satu pembicara utama.

Informasi dari teman, saya rasa Prof Amin yang juga murid dari Syaikh Musta'in Romly Jombang itu dapat dipastikan memiliki semangat lebih untuk memperkenalkan tasawuf sebagai sebuah inspirasi sekaligus metode aplikatif dari ajaran esoteris Islam kepada khalayak. Kita tahu bahwa tasawuf merupakan ajaran Islam yang sangat efektif dan relevan untuk membimbing umat di zaman modern ini menuju kepada Allah swt. Kini pejuang, guru, pelopor, kiai, profesor pembelajar itu telah menghadap kepada Allah semoga segala amal baik beliau diterima disisiNya. Segala warisannya terutama pemikiran dalam karyanya dapat kita teladani sebagai petunjuk hidup sebelum akhirnya kita juga akan bersua keabadian.

*Sugeng tindak Prof Amin, swarga langgeng. Al Fatihah

the woks institute l rumah peradaban 16/3/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde