Woks
Saya harus terpukau dengan proses satu ini yang lagi-lagi masih melibatkan tokoh utama yaitu beras. Napeni alias sebuah aktivitas memilah atau membersihkan beras dari cangkang, kulit gabah, atau las (gabah sisa), toko (kutu beras), batu dan lainya. Napeni biasanya menggunakan tampah atau alat terbuat dari anyaman bambu berbentuk bulat pipih. Bahkan sekarang ada tampah terbuat dari plastik yang memudahkan para ibu membersihkan beras. Tapi lebih praktis lagi bagi kalangan orang perkotaan membeli beras instan lebih utama karena tanpa proses napeni alias sudah bersih.
Bagi orang desa napeni dengan menggunakan tampah sungguh tak sulit untuk ditemui. Bahkan selepas mencari kutu rambut secara estafet bergantian, emak-emak bisa dengan mudah juga napeni beras untuk membersihkan beras pasca dislip alias didisel. Proses penggilingan padi tersebut jika dulu masih melibatkan tenaga manusia yaitu dengan cara di tumbuk melalui alu dan lumpang. Cara napeni beras tentu unik yaitu beras ditaruh di tampah lalu ayunkan tampah tersebut dan fokuskanlah di ujung tampah untuk membuang kotoran yang ada. Biasanya selain kulit padi, gabah juga kayu kecil hingga menir alias beras potongan yang sering bercampur dengan beras.
Bicara tentang napeni saya jadi ingat kisah yang sering diutarakan Gus Baha yaitu tentang nabi yang selevel, se zaman dan tentunya suka berdebat. Cerita ini menurut saya mirip dengan proses napeni beras tersebut. Cerita yang terdapat dalam Kitab Thabaqotul Asyfia karangan Abu Nuaib al Asfihani riwayat Imam Sufyan bin Uyainah (guru Imam Syafi'i) tersebut ialah Nabi Isa yang ketika di sebuah perkampungan selalu mencari di mana orang buruk, nakal, dan jahat berada. Sedangkan Nabi Yahya kebalikannya yaitu mencari orang-orang baik. Singkatnya Nabi Yahya di tanya mengapa mencari orang baik? beliau menjawab enak mencari orang baik karena bagaimanapun mereka baik dan malah justru bisa membuat kita menjadi tenang. Sedangkan berteman dengan orang fasik malah justru membuat kita sumpek.
Lantas alasan Nabi Isa mencari orang-orang yang buruk karena bagi beliau nabi itu ibarat tabib atau dokter bagi para pasienya. Sehingga tugas para nabi adalah memperbaiki kaum yang sedang sakit itu. Inti kedua nabi tersebut tentu melahirkan madzhab bagaimana kita memperlakukan umat jika kuat iman maka berkawan dengan orang fasik sekaligus membina itu lebih baik. Tapi jika belum maqamnya maka berteman saja dengan orang-orang baik agar terbawa baiknya.
Lalu apa relasi napeni beras dengan cerita tersebut? relasinya adalah saat kita tahu bahwa napeni itu memilah-milah mana beras dan mana tergolong sampah. Percis seperti cerita di atas di mana kita berpihak atau berposisi dengan apa perlakuan kita terhadapnya. Orang buruk atau orang baik semua punya masa lalu dan masa depan. Maka dari itu bersikaplah yang bijak terhadap keduanya. Begitu pula dengan napeni beras di mana yang kualitas baik maka saat ditanak akan menjadi nasi yang pulen, empuk dan nikmat disantap. Sedangkan yang berupa kotoran juga akan dimanfaatkan sebagai pakan ayam. Intinya semua memiliki peranan tersendiri kini tinggal bagaimana kita melihat mereka dengan sudut pandang yang jernih agar di satu pihak tidak merasa selalu benar serta di pihak lain tidak selalu merasa berkubang dalam dosa. Orang kafir bisa berpotensi taubat dan orang baik bisa berpotensi khianat. Semua potensi itu bisa saja terjadi sesuai dengan kehendak Allah, maka daripada teruslah meraih rahmat dan hidayah-Nya.
the woks institute l rumah peradaban 7/3/21
Mantap mas, saya setuju dg gagasan smpyn bahwa orang buruk suatu saat nanti bisa menjadi orng baik. Karena hidup ini dinamis, jika Allah berkehendak pastilah orang buruk akan diberikan jalan hidayah.
BalasHapusNggeh ibu, semua berpotensi baik jika ada hidayah dari Allah
Hapus