Langsung ke konten utama

Profil Pondok Pesantren Himmatus Salamah Srigading Tulungagung




Pondok Pesantren Himmatus Salamah (PPHS) Srigading Tulungagung adalah pesantren salaf yang beralamatkan di Dusun Srigading, RT 03/RW 01, Desa Plosokandang, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung. Pondok yang berdiri di atas lahan sekitar 75 rhu tersebut sengaja dibangun untuk menyiarkan agama Islam lewat mengaji dan amaliyah khas pesantren.

Sejarah Singkat

Pondok pesantren Himmatus Salamah didirikan oleh H Slamet atau H Salim. H Slamet merupakan penguasaha perlengkapan rumah tangga UD H Slamet (depan kampus IAIN Tulungagung) sekaligus pemilik usaha home industri sapu, keset dll. Karena merasa usahanya lancar beliau berinisiatif untuk berinvestasi akhirat yaitu dengan mendirikan pondok yang dulu awalnya hanya diisi oleh anak TPQ. Lambat laun pondok tersebut memiliki santri mukim.

Pada tahun 2002 Himmatus Salamah berfungsi sebagai tempat mengaji. Awalnya pengajian diampu oleh H Slamet karena kesibukan akhirnya beliau memberikan amanat kepada Ustadz Dahlan pada tahun 2004. Singkatnya di tahun 2006 Ustadz Dahlan mengundurkan diri dan Himmatus Salamah mengalami kevakuman hingga tahun 2010. Lalu di tahun itu pula H Slamet bertemu dengan Kiai Sholeh dan meminta beliau untuk mengasuh pondok. Akhirnya Kiai Sholeh pun berkenan dan bertahan hingga kini.

Pada tahun 2018 H Slamet berpulang kepada Allah swt di Mekah al Mukaromah pada saat menunaikan ibadah haji yang ke-dua. Beliau dimakamkan di pekuburan Baqi bersama para syuhada. Akhirnya pondok inilah yang menjadi warisan beliau untuk bekal menghadap kepada Allah. Maka dari itu tak salah jika Himmatus Salamah berarti himmah cita-cita dan salamah selamat. Semoga saja pondok ini membawa semua orang untuk selamat dunia akhirat.

Pengasuh dan Dzuriyyah Pesantren

Pendiri pesantren: H. Slamet
Pengasuh pesantren: Kiai Mohammad Sholeh dan Bu Nyai Nita
Dzuriyyah pengasuh: Gus Alba, Gus Bawie dan Gus Abid
Dzuriyyah pendiri: Hj Wiwik, Hj Lathifah, H Gunawan, dan Mba Risa. Adapun menantu: H Fuad, Hj Yuli, dan Mas Fauzi.

Motto 

Sregep Jamaah, Ngaji, Mulang, Resik-resik.

Visi

PP Himmatus Salamah sebagai kanal pendidikan pesantren salaf yang mengintegrasikan ilmu dan adab kepada masyarakat.

Misi

  1. Menggelorakan semangat berASWAJA dalam amaliah, ibadah dan dakwah.
  2. Menjunjung budaya keshalehan sosial-ritual serta menghargai tradisi budaya di kalangan santri dan masyarakat.
  3. Mengembangkan dan melestarikan ilmu-ilmu agama Islam yang tertuang dalam kitab-kitab kuning dan literatur modern.
  4. Mendukung, mengamankan, dan melaksanakan jiwa nasionalisme yang agamis.

Tujuan

  1. Berjiwa Islami, berwawasan kebangsaan berkepribadian jamaah dalam bingkai persatuan dan taawanu illal birri wa taqwa.
  2. Bersifat terbuka dan tanggap terhadap ilmu-ilmu dengan terus mengaji walaupun sudah khatam seribu kali.
  3. Menerapkan pengetahuan, keterampilan yang dimiliki sesuai dengan bidang keahliannya, dalam kegiatan produktif, pelayanan (khidmah), dengan belajar (mulang) kepada masyarakat.
  4. Menguasai dasar-dasar agama Islam dengan mengetahui metodologi dalam bidangnya dan berdimensi resik-resik (suci dalam perkataan, pikiran dan perbuatan).

Aktivitas Mengaji

Ba'da magrib kitab Tafsir Jalalyn
Ba'da shubuh kitab Ta'lim Mutaalim
Setiap malam Ahad dan Selasa kitab Jurumiyah
Malam Rabu aurad majelis sholawat al Barzanji
Malam Jum'at aurad yasin dan tahlil
Pasan ramadhan kitab Ta'lim Mutaalim dan kitab Uqudulu Zain
Dll

Aktivitas pendukung lainya

Roan setiap satu bulan sekali
Khotmil qur'an setiap satu bulan sekali
Musyawarah setiap satu bulan sekali
Ziarah wali setiap satu tahun sekali
Manaqib Syaikh Abdul Qadir al Jailani setiap satu tahun sekali
Majelis maulid Al Barzanji Syaikh Ja'far bin Abdul Karim Barjanzi setiap satu minggu sekali
Majelis maulid Simtudurror Al Habib Ali Al Habsyi setiap satu tahun sekali
Lailatus Shalawat setiap satu tahun sekali
Haflah Akhirussanah setiap satu tahun sekali
Dll

Info akun medsos dan kontak person

IG @pphs_srigading
WA 085706701585

Pewarta: Woks Institute l rumah peradaban




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde