Gemuruh suara hujan mengalir deras. Suaranya cukup membisingkan telinga. Pohon dan rumput cukup dibuatnya basah kuyup. Percis seperti sebuah senandung lagu "pohon dan ranting basah semua". Hujan memang memberhentikan setiap pengendara termasuk mengajak berteduh setiap pejalan. Ia mengira bahwa jika tak mau basah berteduhlah.
Hujan adalah rahmat. Ia sengaja diturunkan Tuhan untuk memberi minum sawah, ladang, hewan, pohon dan rerumputan. Kehadiranya membuat siapa saja gembira. Tapi dikala banjir hujanlah yang pertama dicerca. Memang hujan tak mau diatur, ia akan reda sekehendak Tuhanya. Awan-awan hanya sebagian kecil dari wadah sebelum ia ditumpahkan.
Saat bumi terasa gersang dan panas hujan selalu didamba. Kehadiranya sangat di nantikan oleh penduduk bumi. Haus dan dahaga menyeruak ke hampir semua pelosok. Sehingga orang rela melakukan ritual hanya demi menurunkan hujan. Ritual meminta hujan itu sangat beragam sesuai dengan adat dan tradisi. Mulai dari sesajen, doa mantra, persembahan, kidung tarian hingga shalat dan baca Qur'an.
Hujan turun sebagai berita, duka nestapa, musibah, pelajaran dan hikmah. Di saat kaum Nabi Nuh membangkang hujanlah yang menyapu mereka, air bah tumpah dan mereka pun hilang seketika diseret air murka. Saat Nabi Ayyub terkena penyakit kulit yang parah, Allah swt juga menurunkan hujan rahmatnya. Hingga sembuhlah Nabi Ayyub dari cobaanya itu. Hujan juga pernah menjadi mediator hidayah bagi masyarakat yang mempersembahkan seorang gadis kepada Dewa Hujan. Lalu ritual itu ditentang oleh Syeikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik hingga atas izin Allah swt dapat menurunkan hujan tanpa perlu ada tumbal. Karomah para wali memang sangat dekat dengan hujan.
Tidak hanya itu hujan juga sangat dekat dengan seniman. Dari hujanlah kreativitas terlahir entah lewat kata, sastra, seni lukis atau sebuah tembang. Hujan adalah sebuah kemerdekaan berpikir untuk terus mengalir sesuai dengan fitrahnya. Hujan juga melahirkan beberapa terminologi seperti hujan uang, hujan fitnah, hujan musibah dan lainya. Termasuk juga bagi tradisi petani hujan juga sangat dekat dengan tradisi yang berkembang dimasyarakat. Entah untuk menentukan musim tanam atau tradisi yang berkaitan erat dengan meminta air hujan itu. Seperti Ojung, Manten Kucing, Cowongan, Gebug ende dan Berokan. Dari hujan itulah kearifan lokal berkembang.
Hujan telah banyak mengajari kita banyak hal. Bahwa sesungguhnya alam adalah saudara kandung manusia. Maka jaga dan rawatlah ia. Saat hujan deras jangan langsung mencacinya. Kita hanya perlu bersyukur bahwa Tuhan masih sayang bumi ini. Karena hujan merupakan suatu proses fisika dalam ilmu pengetahuan. Tapi dalam term tasawuf hujan adalah perkawinan antara alam makrokosmos dan mikrokosmos yang melahirkan hewan dan tumbuhan. Masihkah kita berpikir aneh tentang hujan, kecuali semuanya adalah tanda-tanda kebesaranNya. Mari merenung sejenak sebelum kita ditertawakan hujan dengan harmoninya.
Komentar
Posting Komentar